Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

RBG




REGLEMEN ACARA HUKUM UNTUK DAERAH LUAR JAWA DAN MADURA.
(REGLEMENT TOT REGELING VAN HET RECHTSWEZEN IN DE GEWESTEN BUITEN JAVA EN
MADURA. (RBg.)
(S. 1927-227.)

Anotasi:
Dalam reglemen ini hanya dimuat hal-hal yang masih dianggap perlu untuk keadaan sekarang dengan penyesuaian seperlunya.
Hanya Titel IV s/d. Titel V.


TITEL IV. Cara Mengadili perkara perdata Yang Dalam Tingkat pertama Menjadi Wewenang pengadilan Negeri.

Bagian 1. pemeriksaan Di Sidang pengadilan.

Pasal 142
(1) Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditanda-tangani olehnya atau oleh kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal tergugat atau, jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya.
(2) Dalam hal ada beberapa tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di dalam wilayah satu pengadilan negeri, maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berada di wilayah salah satu di antara para tergugat, menurut pilihan penggugat. Dalam hal para tergugat berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan termuat dalam ayat (2) pasal 6 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia (selanjutnya disingkat RO.) gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal orang yang berutan pokok (debitur pokok) atau seorang diantara para debitur pokok.
(3) Bila tempat tinggal tergugat tidak dikenal, dan juga tempat kediaman yang sebenarnya tidak dikenal atau maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat tinggal salah satu dari para penggugat.
(4) jika telah dilakukan pilihan tempat tinggal dengan suatu akta, maka penggugat dapat memajukan gugatannya kepada ketua pengadilan negeri di tempat pilihan itu.
(5) Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri di wilayah letak barang tetap tersebut; jika barang tetap itu terletak di dalam wilayah beberapa pengadilan negeri gugatan itu diajukan kepada salah satu ketua pengadilan negeri tersebut atas pilihan penggugat. (IR. 119.)

Pasal 143
Ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberikan nasihat atau bantuan kepada penggugat atau kuasanya dalam mengajukan gugatan. (IR. 119.)

Pasal 143b
(s.d.t. dg. S. 1935-102.)
(1) Bila perkara yang diajukan (ke pengadilan) berkenaan dengan perkara yang telah diputus oleh hakim desa, penggugat memberitahukan isi dari keputusan tersebut pada surat gugatannya; bila mungkin, salinan keputusannya itu dilampirkan.
(2) Ketua pengadilan dan  begitu pula jaksa seperti yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 144 memperingatkan penggugat pada waktu atau sesudah menerima gugatan dan pada permulaan sidang akan kewajibannya seperti yang dimaksudkan pada ayat (1). (RO. 3a; IR. 120a; RBg. 161a).

Pasal 144
(1) Bila penggugat tidak dapat menulis, maka ia dapat mengajukan gugatannya secara lisan kepada ketua pengadilan negeri yang membuat cacatan atau memerintahkan untuk membuat catatan gugatan itu. Seorang kuasa tidak dapat mengajukan gugatan secara lisan. (IR. 20.)
(2) Bila penggugat bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah hukum magistrat (kejaksaan) di tempat kedudukan suatu pengadilan negeri atau ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka gugatan lisan terebut dapat diajukan kepada magistrat di tempat tinggal atau tempat kediaman penggugat, yang kemudian membuat catatan tentang gugatan lisan tersebut dan secepat

mungkin menyampaikan catatan itu kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
(3) Ketua pengadilan negeri itu selanjutnya bertindak seperti bila gugatan itu diajukan kepadanya sendiri.

Pasal 145
(1) Setelah gugatan atau catatan gugatan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang telah disediakan untuk itu, maka ketua pengadilan negeri menetapkan hari dan jam perkara itu akan disidangkan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap, disertai saksi-saksi yang mereka inginkan agar untuk didengar serta membawa surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan.
(2) pada waktu dilakukan panggilan kepada tergugat, maka kepadanya juga disainpaikan tunman surat gugatnya dengan diberitahukan pula kepadanya bahwa ia, bila menghendakinya, dapat mengajukan jawaban tertulis.
(3) Tentang penetapan seperti tersebut dalam ayat (1) dibuat catatan di dalam daftar yang bersangkutan serta di dalam surat gugatan asli.
(4) (s.d.t. dg. S. 1927-576.) pencatatan di dalam daftar -perti tersebut dalam ayat (1) tidak dilakukan sebelum kepada panitera dibayarkan sejumlah uang sebagai uang muka yang akan diperhitungkan kemudian dan oleh ketua pengadilan negeri dibuat anggaran sementara mengenai biaya kepaniteraan, panggilan-panggilan dan pemberitahuan kepada para pihak serta meterai-meterai yang diperlukan. (IR. 121.)

Pasal 146.
Dalam menetapkan hari sidang, maka ketua pengadilan negeri memperhatikan jarak antara tempat tinggal atau tempat kediaman para pihak dan tempat persidangan, dan di dalam surat penetapan itu juga ditentukan, bahwa antara hari panggilan dan hari sidang tidak diperbolehkan melampaui tiga hari kerja, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. (IR. 122.)

Pasal 147.
(1) (s.d.t. dg. S. 1932-13.) para pihak boleh dibantu atau diwakili oleh orang-orang yang secara khusus dan tertulis diberi kuasa untuk itu kecuali bila pemberi kuasa hadir sendiri. penggugat dapat memberi kuasa yang dinyatakan pada surat gugatan yang diajukan dan ditandatangani olehnya seperti dimaksud dalam ayat I pasal 142 atau sesuai dengan ayat 1 pasal 144 jika diajukan dengan lisan, dalam hal yang terakhir harus disebut pada catatan gugatan tersebut.
(2) Jaksa yang bertindak sebagai wakil negara tidak perlu dilengkapi dengan surat kuasa khusus semacam itu. (RBg. 199; S. 1922-522.)
(3) Surat kuasa seperti dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan dengan suatu akta notaris, atau dengan suatu akta yang dibuat oleh panitera pengadilan negeri dalam wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa atau oleh jaksa yang mempunyai wilayah yang meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa ataupun dengan suatu surat di bawah tangan yang akan dan didaftar menurut ordonansi S. 1916-46.
(4) pengadilan negeri berwenang untuk memerintahkan kehadiran para pihak pribadi yang di sidang diwakili oleh kuasanya. Ketentuan ini tidak berlaku bagi gubemur jenderal. (IR. 123.)

Pasal 148.
Bila penggugat yang telah dipanggil dengan sepatutnya tidak datang menghadap dan juga tidak menyuruh orang mewakilinya, maka gugatannya dinyatakan gugur dan penggugat dihukum untuk membayar biayanya, dengan tidak mengurangi haknya untuk mengajukan gugatan lagi setelah melunasi biaya tersebut. (Rv. 77; IR. 124.)

Pasal 149.
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil dengan sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan tanpa kehadirannya (verstek) kecuali bila temyata menurut pengadilan negeri itu, bahwa gugatannya tidak mempunyai dasar hukum atau tidak beralasan.
(2) Bila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud dalam pasal 145 mengajukan sanggahan tentang kewenangan pengadilan negeri itu, maka pengadilan negeri, meskipun tergugat tidak hadir dan setelah mendengar penggugat, harus mengambil keputusan tentang sanggahan itu dan hanya jika sanggahan itu tidak dibenarkan, mengainbil keputusan tentang pokok perkaranya.
(3) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka keputusan pengadilan negeri itu atas perintah ketua pengadilan negeri diberitahukan kepada pihak tergugat yang tidak hadir dengan sekaligus diingatkan tentang haknya untuk mengajukan perlawanan dalam waktu serta dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 163 kepada pengadilan negeri yang sama.
(4) Oleh panitera, di bagian bawah surat keputusan pengaduan negeri tersebut dibubuhkan catatan

tentang siapa yang ditugaskan untuk memberitahukan keputusan tersebut dan apa yang telah dilaporkannya baik secara tertulis maupun secara lisan. (IR. 125.)

Pasal 150.
Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam dua pasal terdahulu, sebelum mengambil sesuatu keputusan, maka ketua pengaduan negeri dapat memerintahkan untuk memanggil sekali lagi pihak yang tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang ditentukan dalam sidang itu, sedangkan bagi pihak yang hadir penentuan hari itu berlaku sebagai panggilan untuk menghadap lagi. (IR. 126.)

Pasal 151.
Bila di antara beberapa tergugat ada seorang atau lebih yang tidak datang menghadap dan tidak ada yang menjadi wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditunda sampal suatu hari yang ditetapkan sedekat mungkin. penundaan itu di dalam sidang itu diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan, sedangkan tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan agar dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan perlawanan. (RBg. 1925; Rv. 8i, IR. 127.)

Pasal 152.
(1) putusan-putusan tanpa kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dilaksanakan sebelum lewat empat belas hari setelah diperingatkan seperti dimaksud dalam pasal 149.
(2) Dalam keadaan yang mendesak, pelaksanaan putusan dapat diperintahkan sebelum tenggang waktu itu lewat, baik hal itu dengan menyebutnya dalam surat keputusan maupun atas  perintah ketua sesudah putusan diucapkan berdasarkan permohonan tertulis ataupun lisan dari penggugat. (Rv. 82; IR. 128.)

Pasal 153.
(1) Tergugat yang perkaranya diputus tanpa kehadirannya dan tidak dapat menerima putusan itu dapat mengajukan perlawanan.
(2) Jika pemberitahuan putusan itu telah diterima oleh orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat dilakukan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah pemberitahuan itu. Bila surat keputusan itu disampaikan tidak kepada orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat diajukan sampai dengan hari kedelapan setelah diperingatkan menurut pasal 207, atau, bila ia tidak datang menghadap untuk diberitahu meskipun telah dipanggil dengan sepatutnya, terhitung sampai dengan hari kedelapan setelah perintah tertulis seperti tersebut dalam pasal 208 dilaksanakan. (Rv. 83.)
(3) (s.d.t. dg. S. 1939-715.) pengadilan negeri berwenang dalam keputusannya untuk memperpanjang menurut keadaan tenggang-tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat di muka.
(4) Tuntutan perlawanan disampaikan dan diperiksa dengan cara yang biasa berlaku untuk gugatan- gugatan perdata biasa.
(5) Pengajuan tuntutan perlawanan kepada ketua mencegah pelaksanaan keputusan-keputusan, kecuali bila ditentukan dalam surat keputusannya agar dilaksanakan meskipun ada perlawanan.
(6) Pelawan yang membiarkan diri diputus lagi tanpa kehadirannya dan mengajukan tuntutan perlawanan lagi, tuntutan itu akan dinyatakan tidak dapat diterima. (IR. 129.)

Pasal 154.
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya.
(2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.
(3) Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding.
(4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.)

Pasal 155.
(1) Bila para pihak datang menghadap, tetapi tidak dapat dicapai penyelesaian damai (hal itu dicatat dalam benta acara persidangan), maka surat-surat yang dikemukakan oleh para pihak dibacakan, dan bila salah satu pihak tidak dapat mengerti bahasa yang digunakan dalam surat itu, disalin oleh seorang juru bahasa yang telah ditunjuk oleh ketua sidang.
(2) Kemudian,  sejauh  yang diperlukan, dengan  bantuan juru bahasa tersebut  dilanjutkan dengan mendengar keterangan-keterangan penggugat dan tergugat.

(3) Kecuali jika juru bahasa itu sudah merupakan juru bahasa pengadilan yang resmi, maka ia disumpah oleh ketua bahwa ia akan secara cermat menyalin bahasa yang satu ke bahasa yang lain.
(4) Ayat 4 pasal 191 (baca: 18 1) berlaku pula bagi para juru bahasa. (IR. 13 1.)

Pasal 156.
Ketua berwenang demi kelancaran pemeriksaan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak serta mengingatkan mereka tentang upaya-upaya hukum serta alat-alat bukti apa yang dapat mereka pergunakan. (IR. 132.)

Pasal 167.
(1) Tergugat berwenang untuk mengajukan gugatan bank dalam segala hal, kecuali: (Rv. 244.)
10.  bila penggugat dalam konvensi bertindak dalam suatu kedudukan, sedangkan gugatan balik mengenai diri pribadinya dan sebaliknya; (KUHperd. 383, 452, 1655 dst.)
20.  bila pengadilan negeri yang menangani gugatan asalnya tidak berwenang mengadili persoalan yang menadi inti gugatan balik yang bersangkutan; (ISR. 136; RO. 95; RBg. 45.)
30.  tentang perselisihan mengenai pelaksanaan suatu keputusan hakim.
(2) Jika dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan balik, maka hal itu tidak dimungkinkan dalam tingkat banding. (IR. 132a.)

Pasal 158.
(1) Tergugat dalam gugatan-asal wajib mengajukan gugatan-baliknya bersama-sama dengan jawabannya yang tertulis atau lisan. (Rv. 245.)
(2) Peraturan-peraturan dalam bab ini berlaku untuk gugatan-balik.
(3) Kedua perkara diperiksa bersama-sama dan diputus dengan satu keputusan, kecuali bila hakim memandang perlu untuk memutus perkara yang satu lebih dahulu daripada yang lain dengan ketentuan bahwa gugatan-asal atau gugatan balik yang belum diputus harus diselesaikan oleh hakim yang sama.
(4) Diperbolehkan pemeriksaan tingkat banding bila tuntutan dalam gugatan asal ditambah dengan nilai gugatan balik melebihi wewenang hakim untuk memutus dalam tingkat akhir.
(5) Akan tetapi jika kedua perkara dipisah dan diputus sendiri-sendiri, maka harus diikuti ketentuan- ketentuan biasa mengenai pemeriksaan banding. (IR. 132b.)

Pasal 159.
Tergugat yang dipanggil dan menghadap ke suatu pengadilan negeri yang menurut ketentuan pasal 142 tidak perlu menghadirinya, dapat menuntut agar hakim menyatakan dirinya tidak berwenang, asal hal itu dilakukannya segera pada sidang pertama; tuntutan itu tidak akan diperhatikan setelah tergugat mengajukan suatu pembelaan lain. (Rv. 131; IR. 133.)

Pasal 160.
Tetapi dalam hal sengketa yang bersangkutan mengenai persoalan yang tidak menjadi wewenang mutlak pengadilan negeri, maka dalam taraf pemeriksaan mana pun kepada hakim dapat diadakan tuntutan untuk menyatakan dirinya tidak berwenang, bahkan hakim berkewajiban menyatakan hal itu karena jabatan. (Rv. 132; IR. 134.)

Pasal 161
Bila tidak dikemukakan soal ketidakwenangan hakim atau hal itu dikemukakan tetapi dinyatakan tidak mempunyai dasar, maka pengadilan negeri setelah mendengar keterangan kedua belah pihak, melanjutkan penyelidikan mengenai kebenaran gugatan serta pembelaannya secara cermat dan tidak memihak. (IR. 135.)

Pasal 161a.
(s.d.t. dg. S. 1935-102 3.)
(1) Bila perkara yang diajukan berkenaan dengan perkara yang telah diputuskan oleh pengadilan desa, ketua pengadilan harus memperhatikan putusan itu, teristimewa mengenai alasan-alasan yang digunakan.
(2) Bila perkara itu berkenaan dengan hal yang tidak diberikan putusan oleh pengadilan desa, akan tetapi pengadilan menganggap perlu adanya putusan terlebih dahulu dari pengadilan desa, maka hal ini diberitahukan kepada penggugat dengan menyerahkan suatu bukti tertulis, dan sidang perkara ditunda sampai pada sidang berikutnya yang ditetapkan karena jabatan oleh ketua pengadilan.

(3) Bila setelah pengadilan desa kemudian memberi putusan mengenai perkara itu dan penggugat menghendaki sidang perkara tetap dilanjutkan, maka putusan pengadilan desa itu harus diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri, lebih baik dengan menyerahkan salinan dari putusan pengadilan desa tersebut, di mana setelah itu pengadilan melanjutkan sidangnya mengenai perkara tersebut.
(4) Bila pengadilan desa dalam waktu dua bulan setelah penggugat menyerahkan perkara kepadanya, belum juga mengadakan putusan, maka pengadilan negeri atas permohonan yang diajukan oleh penggugat, mulai kembali mengadakan sidang perkara tersebut.
(5) Bila penggugat tidak dapat meyakinkan hakim tentang penolakan oleh pengadilan desa untuk mengadakan putusan secara memuaskan, ketua pengadilan negeri dalam jabatannya akan memastikan hal itu.
(6) Bila temyata penggugat yang berkepentingan tidak mengajukan perkaranya kepada pengadilan desa, maka gugatannya dianggap telah gugur. (RO. 3a; IR. 135a; RBg. 143a.)

Pasal 162.
Sanggahan-sanggahan yang dikemukakan oleh pihak tergugat, terkecuali yang mengenai wewenang hakim, tidak boleh dikemukakan dan dipertimbangkan sendiri-sendiri secara terpisah melainkan harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkaranya. (IR. 136.)

Pasal 163.
para pihak diperbolehkan saling meminta untuk melihat surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan yang untuk keperluan itu disampaikan kepada hakim. (IR. 137.)

Pasal 164
(1) Jika satu pihak menyangkal kebenaran suatu surat bukti yang diajukan oleh lawannya, maka pengadilan negeri dapat mengadakan penyelidikan tentang hal itu dan kemudian menentukan apakah surat itu boleh atau tidak untuk dipergunakan dalam perkara itu,
(2) Jikalau ternyata dalam penyelidikan itu perlu untuk dipergunakan suratsurat yang berada di bawab penguasaan pejabat-pejabat penyimpan umum, maka pengadilan negeri memerintahkan agar surat-surat itu ditunjukkan di sidang pengadilan yang ditentukan untuk itu.
(3) Jika ada keberatan untuk memperlihatkan surat-surat itu baik karena sifatnya atau karena jauhnya tempat tinggal pejabat penyimpan, maka pengadilan negeri memerintahkan agar penyelidikan dilakukan di pengadilan negeri atau oleh jaksa di tempat tinggal pejabat penyimpan itu ataupun agar surat-surat itu dalam jangka waktu yang ditetapkan dikirimkan dengan cara yang ditentukan pula kepada ketua pengadilan negeri. pengadilan negeri tersebut terakhir itu atau jaksa membuat berita acara tentang apa yang telah ditakukannya serta mengirimkannya kepada pengadilan negeri tersebut pertama.
(4) pejabat penyimpimpan yang tanpa alasan yang sah enggan untuk melaksanakan perintah agar memperlihatkan atau mengirimkan surat yang diperlukan itu, atas permohonan pihak yang berkepentingan dapat dipaksa dengan penyanderaan oleh pengadilan negeri yang melakukan pemeriksaan atau oleh jaksa yang ditugaskan untuk melakukan hal itu.
(5) Jika surat itu tidak merupakan bagian suatu daftar, maka pejabat penyimpan sebelum menyampaikan atau mengirimkannya membuat turunan dari surat itu untuk menggantikan surat itu sampai surat yang asli diterimanya kembali. Dibagian bawah turunan surat itu diberikan catatan mengenai alasan yang menyebabkan dibuatnya turunan itu dan juga mencatatnya pada grosse dan turunannya.
(6) Biaya ditanggung oleh pihak yang meminta surat tersebut ditunjukkan dan dibayarkan kepada pejabat penyimpan sebesar jumlah yang dianggarkan oleh ketua pengadilan negeri yang memutus perkaranya.
(7) Jikalau penyelidikan mengenai kebenaran surat yang bersangkutan menimbulkan dugaan adanya pemalsuan surat terhadap seseorang yang masih hidup, maka pengadilan negeri menyampaikan surat-surat itu kepada pejabat penuntut umum.
(8) perkara yang ada pada pengadilan negeri yang bersangkutan dengan begitu, ditunda sampai perkara pidananya diputus. (IR. 138.)

Pasal 165.
(1) Bila penggugat ingin menguatkan keabsahan gugatannya atau tergugat pembelaannya dengan saksi-saksi, tetapi karena keengganan saksi-saksi itu atau karena sebab-sebab lain mereka tidak dapat ikut menurut apa yang ditentukan dalam pasal 145, maka pengadilan negeri menetapkan hari sidang lain untuk memeriksa perkara mereka, dan memerintahkan agar saksi-saksi yang tidak dengan suka rela mau datang di hadapan sidang pengadilan, dipanggil oleh pejabat yang berwenang.

(2) pemanggilan dengan cara seperti itu juga dilakukan terhadap saksi-saksi yang harus diperiksa oleh pengadilan negeri karena jabatan. (IR. 139.)

Pasal 166
(1) Jikalau saksi yang telah dipanggil dengan cara itu masih juga tidak datang menghadap, maka oleh pengadilan negeri ia dihukum membayar biaya panggilan yang sia-sia itu.
(2) Ia dipanggil lagi atas biayanya. (IR. 140.)

Pasal 167.
(1) Jikalau saksi yang telah dipanggil lagi tetap tidak mau datang menghadap, maka ia dihukum lagi untuk membayar biaya pemanggilannya dan juga untuk mengganti kerugian yang telah diderita oleh pihak-pihak yang disebabkan oleh ketidakhadirannya.
(2) Selanjutnya ketua dapat memerintahkan agar saksi yang tidak datang menghadap itu dibawa oleh polisi ke sidang pengadilan untuk memenuhi kewajibannya. (IR. 141.)

Pasal 168.
Bila dapat dibuktikan, bahwa saksi yang telah dipanggil tidak datang memenuhi panggilan itu yang disebabkan oleh halangan-halangan yang sah, maka pengadilan negeri membebaskannya dari segala hukuman yang telah dijatuhkan atas dirinya. (IR. 142.)

Pasal 169.
Bila ternyata, bahwa seorang saksi karena sakit atau karena cacat tubuh sama sekali tidak atau untuk waktu yang lama tidak dapat hadir di sidang pengadilan negeri, maka ketua atas permohonan pihak yang bersangkutan dan meniirut pengadilan negeri diperlukan kesaksiannya, dapat mengangkat seorang komisaris dari antara para anggota sidang tersebut dan memerintahkannya agar dibantu oleh panitera untuk datang di rumah saksi tersebut dan mendengamya tanpa disumpah atas pertanyaan-pertanyaan tertulis yang disusun oleh ketua dan membuat berita acara tentang pemeriksaan tersebut.

Pasal 170.
(1) Tak seorang pun dapat dipaksa untuk memberikan kesaksian dalam perkara perdata di hadapan pengadilan negeri yang berkedudukan di luar afdeling, atau bila daerah itu tidak terbagi dalam afdeling-afdeling, di luar wilayah tempat tinggal atau tempat kediamannya.
(2) Terhadap seorang saksi yang ada dalam keadaan semacam itu yang tidak datang memenuhi panggilan, tidak boleh dijatuhkan hukuman, melainkan ketua pengadilan negeri, jikalau saksi tersebut bertempat tinggal atau berdiam di luar Jawa dan Madura, meminta kepada jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman saksi tersebut secara tertulis untuk mendengar saksi tersebut di bawah sumpah. Dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka saksi diperiksa di rumahnya.
(3) Jikalau afdeling dibagi dalam onderafdeling-onderafdeling dan saksi bertempat tinggal atau bertempat kediaman di suatu onderafdeling yang lain dari tempat kedudukan pengadilan negeri, maka pengadilan negeri, jika saksi terspbut tidak perlu untuk menghadap sendiri, dapat meminta jaksa untuk melakukan hal seperti di atas.
(4) Jikalau saksi bertempat tinggal atau berdiam di Jawa atau Madura, maka pemeriksaan diserahkan kepada pengadilan negeri yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman saksi.
(5) Berita acara pemeriksaan segera disampaikan kepada ketua pengadilan negeri dan dibacakan di depan sidang pengadilan.
(6) permintaan atau perintah termaksud dalam pasal ini juga segera dapat dilakukan tanpa didahului panggilan saksi. (RO. 33; IR. 143)

Pasal 171.
(1) Saksi-saksi yang telah datang menghadap, dipanggil satu per satu untuk masuk ruangan sidang.
(2) Ketua menanyakan mereka mengenai nama, pekerjaan, umur dan tempat tinggal atau tempat kediamannya, begitu juga apakah mereka mempunyai hubungan kekeluargaan karena sedarah atau karena perkawinan dengan para pihak atau salah satu pihak, dan jika ya, dalam derajat ke berapa serta pula apakah mereka merupakan buruh atau pembantu rumah tangga mereka. (Rv. 177; IR. 144)

Pasal 172.
(1) Tidak boleh didengar sebagai saksi adalah mereka:

1 .   yang mempunyai hubungan kekeluargaan dalam garis lurus karena sedarah atau karena perkawinan dengan salah satu pihak;
 2 .   saudara-saudara lelaki atau perempuan dari ibu dan anak-anak dari saudam perempuan di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli sepanjaang hukum waris di sana mengikuti ketentuan-ketentuan Melayu;
3 .   suami atau istri salah satu pihak, juga setelah mereka bercerai;
4 .   anak-anak yang belum dapat dipastikan sudah berumur lima belas tahun;
5 .   orang gila, meskipun ia kadang-kadang dapat menggunakan pikirannya dengan baik.
(2) Namun keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam sengketa mengenai kedudukan para pihak atau mengenai suatu perjanjian keria berwenang untuk menjadi saksi.
(3) Tidak ada hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi bagi mereka yang tersebut dalam nomor l dan 2

pasal 174 bila mengenai sengketa yang dimaksud dalam ayat (2). (KUHperd. 1910, 1912; IR. 145.)

Pasal 173.
Pengadilan negeri berwenang mendengar tanpa disumpah anak-anak yang tersebut dalam ayat (1) pasal yang lalu dan juga orang-orang gila yang kadang kala dapat menggunakan ingatannya dengan baik, tetapi keterangan mereka hanya berlaku sebagai penjelasan belaka. (IR. 1454.)

Pasal 174.
(1) mereka yang dapat membebaskan diri dari pemberian kesaksian adalah : (KUHperd. 1909.)
10. saudara-saudara laki-laki atau perempuan dan ipar-ipar laki-laki atau perempuan dari salah satu pihak;
20. saudara-saudara sedarah dalam garis lurus dan saudara-saudara laki-laki atau perempuan dari suami atau istri salah satu pihak;
30. mereka yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatan resmi, diharuskan menyimpan rahasia tetapi hanya dan semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya dalam kedudukannya tersebut.
(2) ada tidaknya kewajiban menyimpan rahasia yang dikemukakan oleh yang bersangkutan dapat dinilai oleh pengadilan negeri. (IR. 146.)

Pasal 175.
Bila tidak dimohon pembebamn diri untuk memberikan kesaksian atau jika ada permohonan tetapi dinyatakan tidak beralasan, maka saksi disumpah menurut agama yang dianutnya. (KUHper.d- 1911; Rv. 177 dst.; IR. 147.)

Pasal 176.
Jika di luar hal yang diatur dalam pasal 174 seorang saksi di depan sidang menolak mengangkat sumpah atau menolak memberikan keterangan, maka atas permohonan pihak yang berkepentingan ketua dapat memerintahkan agar saksi-saksi tersebut atas biaya pihak yang memohon disandera untuk waktu selama tidak lebih dari tiga bulan, kecuali bila sementara itu sanggup memenuhi kewajibannya atau perkaranya telah diputus oleh pengadilan negeri. (Rv. 186; IR. 148; S. 1920-69.)

Pasal 177.
Hukuman-hukuman yang dijatuhkan atas dasar pasal 166 dan 167 ayat (1), perintah seperti tersebut pada pasal 167 ayat (2) dan ketetapan tersebut pada pasal 174 ayat terakhir harus dijatuhkan atau diberikan oleh ketua pengadilan negeri jika mengenai saksi yang termasuk golongan orang-orang Eropa. (IR. 149.)

Pasal 178.
(1) Pra pihak menyampaikan-pertanyaan-pertanyaan yang ingin mereka sampaikan   kepada saksi- saksi.
(2) Jika pengadilan negeri menganggap ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak itu tidak diajukan.
(3) Hakim atas kemauan sendiri dapat mengajukan pertanyan-pertanyaan yang dipandangnya perlu
(4) (Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang)

Pasal 179.
Panitera membuat berita acara tentang segala keterangan yang diperoleh dari saksi-saksi dihadapan sidang pengadilan. (RV.209; IR. 152.)

Pasal 180.
(1) Ketua, jika dipandangnya perlu atau bermanfaat, dapat mengangkat satu atau dua orang komisaris untuk, dengan dibantu oleh panitera, mengadakan pemeriksaan di tempat agar mendapat tambahan keterangan.
(2) Tentang apa yang dilakukan oleh komisaris serta pendapatnya dibuat berita acara atau pemberitaan oleh panitera dan ditandatangani oleh komisaris dan panitera itu (IR. 153.)
(3) jika tempat yang akan diperiksa terletak di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri, maka ketua dapat meminta jaksa di tempat tersebut mengadakan atau menyuruhh mengadakan pemenksaan dan secepatnya mengirimkan berita acara tentang pemeriksaan tersebut kepada ketua.

Pasal 181.
(1) Jika pengadilan negeri berpendapat, bahwa persoalannya dapat di ungkapkan dengan pemeriksaan oleh seorang ahli, maka  ia atas permohonan para pihak dapat mengangkat ahli atau mengangkatnya karena jabatan. (Rv. 215 dst)
(2) Dalam hal itu maka ditentukan hari sidang untuk memberi kesempatan kepada ahli tersebut untuk memberikan laporannya baik secara tertulis maupun lisan dan untuk menyumpahnya.
(3) Jika ahli-ahli itu bertempat tinggal atau ber-diam di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri, maka atas permintaan ketua pengadilan negeri laporan diberikan oleh jaksa dan sumpah diambil oleh jaksa yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman ahli tersebut. Berita acaranya segera dikirimkan kepada ketua. Semuanya dibacakan di hadapan sidang pengadilan.
(4) Mereka yang tidak diperbolehkan menjadi saksi juga tidak boleh diangkat sebagai ahli. (Rv. 218.)
(5) pengadilan negeri sekali-kali tidak terikat untuk mengikuti pendapat yang dikemukakan para ahli bila keyakinannya bertentangan dengan pendapat itu. (IR. 154.)

Pasal 182.
(1) Bila dasar gugatan dan pembelaan yang diajukan tidak sepenuhnya dibuktikan atau juga tidak sepenuhnya tanpa bukti dan tidak ada kemungkinan sama sekali untuk menguatkannya dengan alat-alat bukti lain, maka karenajabatannya pengadilan negeri dapat memerintahkan salah satu pihak untuk melakukan sumpah, baik untuk menggantungkan putusan perkaranya kepada sumpah tersebut maupun untuk menentukan sejumlah uang yang akan dikabulkan.
(2) Dalam hal terakhir, maka pengadilan negeri harus menentukan berapa jumlah uang yang menjadi tanggungan dalam sumpah itu. (KUHperd. 1940 dst.; IR, 155.)

Pasal 183.
(1) Juga bila sama sekali tidak ada bukti untuk menguatkan gugatan atau pembelaan, maka pihak yang satu dapat menuntut agar lawannya melakukan sumpah penentuan, asal sumpah itu mengenai suatu perbuatan yang secara pribadi telah dilakukan oleh pihak yang dibebani sumpah tersebut.
(2) Jika sumpah itu mengenai perbuatan yang telah dilakukan oleh kedua pihak, maka jika pihak yang diminta bersumpah tetapi menyatakan keberatan dapat mengembalikan sumpah itu kepada pihak lawannya untuk melakukannya sendiri.
(3) Barangsiapa diminta melakukan sumpah tetapi menolak dan juga tidak mengembalikannya kepada pihak lawan, danjuga barangsiapa yang minta agar lawannya disumpah tetapi lawan itu mengembalikan sumpah itu kepadanya namun ditolaknya, harus dinyatakan kalah.
(4) Sumpah tidak dapat dibebankan, dikembahkan atau diterima, kecuali oleh pihak itu sendiri atau oleh orang yang khusus dikuasakan untuk itu. (KUHperd. 1929, 1931 dst.; IR. 156; Rv. 52.)

Pasal 184.
Sumpah, yang diperintahkan oleh hakim atau dibebankan oleh satu pihak kepada lawannya atau yang dikembalikan, harus dilakukan oleh diri pribadi yang bersangkutan, kecuali jika  pengadilan negeri berdasarkan alasan yang sangat panting memberi izin kepada salah satu pihak untuk diwakili atas dasar suatu surat kuasa khusus yang hanya dapat diberikan dengan suatu akta seperti tersebut dalam pasal 147 yang juga secara cermat menyebut isi sumpah yang harus diucapkan. (KUHperd. 1793, 1945; IR. 157.)

Pasal 185.
(1) Sumpah dilakukan selalu di dalam sidang pengadilan, kecuali jika karena alasan-alasan yang sah hal itu tidak dapat dilakukan atau karena hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan di sebuah kuil atau di suatu tempat yang dianggap keramat. Dalam hal terakhir ini ketua pengadilan negeri dapat memberi kuasa kepada salah satu anggota pengadilan negeri dengan dibantu oleh panitera yang bertugas membuat berita acara, untuk mengambil sumpah pihak  yang berhalangan di tempat

tinggalnya atau di tempat lain yang ditentukan oleh ketua.
(2) Jika sumpah harus diambil di tempat di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka ketua meminta kepada jaksa yang mempunyai wilayah sumpah itu dilakukan, untuk mengambil sumpah tersebut dan segera mengirimkan berita acara sumpah tersebut kepadanya.
(3) Sekali-kali tidak boleh diatnbil sumpah tanpa dihadiri pihak lawan, kecuali bila pihak ini sudah dipanggil dengan sah. (KUHperd. 1944 dst.; Rv. 52; IR. 158,381; RBg. 709.)

Pasal 186.
(1) Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari sidang pertama, maka pemeriksaan dilanjutkan sedapat-dapatnya pada hari lain yang ditentukan tidak terlalu lama, kemudian begitu seterusnya.
(2) penundaan itu harus diucapkan di dalam sidang di hadapan para pihak dan itu berlaku sebagai pmolan resmi bagi pihak-pihak yang hadir.
(3) Jika di antara pihak-pihak yang hadir pada hari pertama ada yang kemudian tidak hadir pada hari sidang berikutnya, yang kemudian ditunda lagi, maka ketua memerintahkan agar pihak itu dipanggil lagi untuk harid pada sidang berikutnya. (Rv. 109.)
(4) Tidak boleh dilakukan penundaan atas permohonan para pihak atau karena jabatan bila tidak benar-benar diperlukan. (Rv. 127; IR. 159.)

Pasal 187.
(1) jika selama persidangan perkara berjalan, ada suatu tindakan yang harus dilakukan berdasarkan pasal 193 menjadi tanggungan pihak yang dinyatakan kalah, Maka ketua dapat memerintahkan agar biaya dibayar lebih dulu oleh salah satu pihak dan disampaikan kepada paritera, dengan tidak mengurangi hak pihak lawan untuk membayarnya secara sukarela.
(2) jika para pihak enggan untuk membayar uang muka tersebut meskipun sudah diperingatkan oleh ketua, maka tindakan yang diperintahkan itu, kecuali jika diwajibkan, tidak dilakukan dan sepanjang pertu pemeriksaan akan dilanjutkan pada hari lain yang ditetapkan oleh ketua dengan memberitahukan para pihak. (IR. 160.)

Pasal 188.
(1) Setelah perkara pada hari pertama atau hari kemudian dibuat jelas, maka sesudah para pihak dan para pendengar diminta meninggalkan ruang sidang, diminta pendapat para penasihat pengadilan yang hadir menurut pasal 7 RO.
(2) Kemudian dilakukan musyawarah serta penyusunan keputusan seperti diatur dalam pasal 39 dan 40 RO . (IR. 161.)

Bagian 2. Musyawarah Dan Keputusan pengadilan.

Pasal 189.
(1) Dalam rapat permusyawaratan, karena jabatannya hakim harus menambah dasar-dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak. (RO. 39,41.)
(2) Ia wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya.
(3) Ia dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon. (Rv. 50; IR. 178.)

Pasal 190.
(1) Setelah keputusan diambil dengan mengingat ketentuan dalam pasal yang lalu, maka para pihak dipanggil lagi masuk dalam ruang sidang dan keputusan diucapkan oleh ketua secara terbuka. (RO. 40; IR. 179.)
(2) Jika para pihak atau salah satu di antara mer eka tidak hadir pada waktu pengucapan itu, maka isi keputusan itu diperintahkan oleh ketua untuk disampaikan kepada pihak yang tidak hadir oleh seorang pegawai yang berwenang.
(3) pasal 149 ayat (4) berlaku dalam hal ini.

Pasal 191.
(1) pengadilan negeri dapat memerintahkan pelaksan putusannya meskipun ada perlawanan atau banding jika ada bukti yang otentik atau ada surat yang ditulis dengan tangan yang menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku mempunyai kekuatan pembuktian, atau karena sebelumnya sudah ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, begitu juga jika ada suatu tuntutan sebagian yang dikabulkan atau juga mengenai sengketa tentang hak besit (KUHperd. 548 dst.; Rv. 53 dst.)
(2) pelaksanaan sementara sekali-kali tidak boleh meluas sampai ke soal penyanderaan. (IR. 180;

RB9. 242.)

Pasal 192.
(1) Barangsiapa dikalahkan dalam perkaranya, dihukum untuk membayar biaya perkara.
(2) Biaya dapat diperhitungkan seturuhnya atau sebagian dalam sengketa antara suami-istri, keluarga sedarah dalam garis lurus, antara saudara- saudara laki-laki dan perempuan atau yang karena perkawinan dalam garis yang sama, dan di Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanulii sepanjang hukum waris dan di daerahnya mengikuti hukum waris Melayu, juga antara saudara laki-laki dan perempuan dari ibu serta kemenakan-kemenakan dari pihak ibu dan begitu juga jika para pihak masing-masing dalam beberapa hal dinyatakan ada kesalahannya.
(3) Dalam hal ada putusan sementara dan lain-lain yang mendahului putusan akhir, maka biaya dapat ditentukan dalam putusan akhir. (Rv. 58.)
(4) Biaya perkara yang diputus tanpa kehadiran tergugat menjadi tanggungan tergugat meskipun ia mungkin dapat dimenangkan dalam putusan perlawanan atau banding, kecuali jika pada pemeriksaan perlawanan atau pemeriksaan tingkat banding Ia ternyata tidak dipanggil dengan sepatutnya.
(5) Dalam hal seperti dimaksud dalam pasal 151, maka biaya-biaya yang disebabkan oleh panggilan ulang atas para tergugat yang tidak hadir, menjadi beban mereka, kecuali mereka tidak dipanggil dengan sempurna untuk datang di sidang pengadilan. (IR. 181.)

Pasal 193.
Penghukuman dalam membayar biaya tidak boleh melebihi: (IR. 182.) 
.  biaya meterai yang diperlukan selama berlangsungnya perkara;
.  biaya alat-alat bukti yang disebabkan oleh acara;
30. biaya saksi-saksi, ahli dan juru bahasa, termasuk biaya penyumpahannya, dengan pengertian bahwa, jika satu pihak mengajukan lebih dari lima saksi atas satu peristiwa yang sama, maka tidak dapat dibebankan kepada pihak lawan;
.  biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan-perbuatan lain menurut hukum;
50.  upah para pegawai yang ditugaskan untuk melakukan panggilan dan pemberitahuan lainnya;
60.  biaya yang disebut dalam pasal 164 ayat (6); 0
.  biaya kepaniteraan serta upah panitera dan pegawai-pegawai lain yang berhubungan dengan
pelaksanaan putusan, semuanya menurut tarip yang ada atau akan ditentukan oleh pemerintah atau jika hal itu tidak ada berdasarkan perkiraan ketua pengadilan negeri.
Di dalam surat keputusan harus disebutkan:

Pasal 194

10.  biaya perkara yang harus dibayar oleh suatu pihak, tidak termasuk biaya yang timbul sesudah ada putusan, dan hal ini, jika perlu, akan diperhitungkan kemudian oleh ketua;

.  jumlah   biaya,   kerugian   dan   bunga,   jika   putusan   itu   mengandung   penghukuman   untuk
membayarnya. (Rv. 607, 610; IR. 183.)

Pasal 195.
(1) Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan itu dan apa yang dimaksud dalam pasal 7 RO. dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.
(2) Keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang pasti harus menyebutkan peraturan-peraturan itu. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61.)
(3) Surat-surat keputusan ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 43;IR. 184.)

Pasal 196.
(1) putusan yang tidak merupakan putusan akhir, meskipun diucapkan di dalam sidang pengadilan, tidak dibuatkan tersendiri melainkan hanya dicatat dalam berita acara.
(2) para pihak, atas biaya sendiri, dapat memperoleh turunan otentik dari catatan-catatan demikian. (Rv. 48; IR. 185.)

Pasal 197.
(1) panitera membuat satu berita acara dari tiap-tiap perkara yang mencatat tiap-tiap kejadian di dalam

sidang dan juga nasihat/pertimbangan yang diberikan oleh pejabat yang disebut dalam pasal 7 RO.
(2) tidak disebutkan apakah putusan diambil dengan suara terbanyak atau dengan suara bulat.
(3) Berita acara ini ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 41, 63; Rv. 29, 62; IR. 186.)

Pasal 198.
(1) Jika ketua berhalangan untuk menandatangard surat keputusan atau berita acara di sidang pengadilan, maka surat itu ditandatangarti oleh anggota sidang yang langsung ada di bawahnya yang ikut duduk dalam majelis.
(2) Jika panitera yang berhalangan, maka hal itu dengan tegas dicatat dalam surat keputusannya atau di dalam berita acara sidang. (RO. 52; Rv. 63; IR. 187.)

Bagian 3. Banding.

Pasal 199.
(1) (s.d.u. dg. S. 1939-715.) Dalam hal dimungkinkan pemeriksaan dalam tingkat banding, maka pemohon banding yang ingin menggunakan kesempatan itu, mengajukan pemohonan untuk itu yang, bila dipadangnya perlu, disertai dengan suatu risalah banding dan surat-surat lain yang berguna untuk itu atau pemohonan itu dapat diajukan oleh seorang kuasa seperti dimaksud dalam ayat (3) pasal 147 dengan suatu surat kuasa khusus kepada panitera dalam waktu 14 hari terhitung mulai hari diucapkannya keputusan pengadilan negeri, sedangkan tenggang waktu itu adalah empat belas hari setelah putusan diberitahukan menurut pasal 190 kepada yang bersangkutan, jika ia tidak hadir pada waktu putusan diucapkan. (RB9. 147 2; S. 1922-522.)
(2) (s.d.t. dg.S. 1939-716.) pengadilan Negeri berwenang untuk memperpanjang tenggang waktu menurut keadaan tersebut dalam ayat di muka sampai sebanyak-banyaknya enam minggu.
(3) Jika pemohon banding bertempat tinggal atau berkediaman di luar wilayah Jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka tenggang waktuu mengajukan banding adalah empat minggu.
(4) Dalam hal diajukan permohonan untuk naik banding tanpa biaya, maka tenggang waktu mulai dihitung sejak hari pemberitahuan seperti tersebut dalam pasal 281,
(5) (s.d.u. dg. S. 1927-576.) pernyataan banding tidak akan diterima setelah lampau tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat-ayat yang lalu, juga jika pernyataan itu tidak disertai pembayaran uang muka kepada panitera yang besamya ditaksir sementara oleh ketua pengadilan negeri, melihat keperluan akan biaya-biaya kepaniteraan, pemanggilan-pemanggilandan pemberitahuan kepada pihak- pihak yang diperlukan serta meterai-meterai yang diperlukan. (Rv. 334, 438; IR.188.)
(6) Bila panitera pengadilan negeri tidak berada di tempat dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka pemohon banding dapat memohon perantaraan jaksa di tempat tinggalnya atau tempat kediamannya untuk segera mengirimkan catatan bandingnya serta surat-surat yang bersangkutan kepada panitera.

Pasal 200.
putusan-putusan di luar kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dimohonkan banding, tetapi bila penggugat asal yang mengajukan banding, maka tergugat terbanding dapat menggunakan semua pembelaannya dalam tingkat banding tanpa menggunakan hak perlawanannya dalam tingkat pertama. (Rv. 330; IR. 189.)

Pasal 201.
(1) Keputusan-keputusan dan penetapan-penetapan yang dimaksudkan untuk mengatur penyelesaian perkara atau yang dimaksudkan untuk memperoleh bukti-bukti atau untuk pemeriksaan setempat sebelum diputus pokok perkaranya, begitu juga putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu hanya dapat dimohonkan banding dalam tenggang waktu dan bersamaan dengan putusan akhir. (Rv. 331.)
(2) putusan pengadilan negeri yang menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengatur suatu perkara termasuk putusan akhir. (Rv. 357; IR. 190.)

Pasal 202.
(1) pernyataan banding dicatat oleh panitera dalam daftar yang telah disediakan untuk itu.
(2) panitera secepatnya, dengan perantaraan pejabat yang berwenang, memberitahukan kepada pihak lawan tentang adanya permohonan banding, disertai dengan turunan risalah banding pemohon banding atau surat-surat lain
(3) Bila termohon banding bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah Jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, maka pemberitahan dengan perantara jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman termohon banding.

(4) Bukti tertulis tentang pemberitahuan yang telah dilakukan disampaikan kepada panitera.
(5) Termohon banding yang bertempat tinggal atau berdiam di wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, dalam empat belas hari, atau dalam keadaan lain dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya, dalam waktu enam minggu setelah memenuhi pemberitahuan, dapat menyampaikan surat-surat yang dipandangnya perlu kepada panitera pengadilan negeri yang kemudian menyampaikan turunan-turunannya kepada pembanding. Dalam hal diizinkan mengajukan banding tanpa biaya, maka tenggang waktu penyampaian surat-surat itu dihitung sejak saat pemberitahuan seperti ditentukan dalam pasal 281.
(6) Jika panitera pengadilan negeri tidak ada di dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka terbanding dapat menyampaikan surat-surat seperti tersebut dalam ayat terdahulu dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya.

Pasal 203.
Selambat-lambatnya delapan hari setelah menerima jawaban risalah banding dan surat-surat lainnya dari terbanding atau sesudah lampau tenggang waktu yang diperbolehkan seperti tersebut dalan pasal yang lain, maka panitera mengirimkan surat-surat yang bersangkutan dengan perkara berikut berita acara pemeriksaan persidangan beserta turunan resmi surat keputusannya, juga catatan mengenai pemberitahuannya (bila ada) dan bukti mengenai pemberitahuan itu ke pengadilan tinggi. (IR. 192'; RBg. 715.)

Pasal 204.
Terhadap pemeriksaan pada tingkat banding berlaku ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Titel ke VII Buku pertama Reglemen Acara perdata.

Pasal 205.
Segera setelah ketua pengadilan negeri menerima putusan pengadilan tinggi, maka ia memerintahkan agar para pihak diberitahu tentang sampainya keputusan pengadilan tinggi tersebut padanya, dan bahwa mereka diperbolehkan melihatnya dan atas biayanya dapat memperoleh turunannya di kepaniteraan pengadilan negeri. (Rv. 358; IR. 174.)

Bagian 4. Pelaksanaan Keputusan Hukum.

Pasal 206.
(1) pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat pertama dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut cara yang ditentukan dalam pasal- pasal berikut.
(2) Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah hukum jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di tempat itu, maka ketua dapat minta secara tertulis perantaraan jaksa yang bersangkutan.
(3) Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua pengadilan negeri yang bersangkutan, juga jika pengadilan negeri ini ada di pulau Jawa dan Madura - ketua ini bertindak serupa jika temyata pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya.
(4) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di Jawa dan Madura, berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat tindakan-tindakan yang dimintakan kepadanya.
(5) Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakan-tindakan yang dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya kepada pengadilan negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama.
(6) perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim.
(7) Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusan-keputusan yang telah diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua pengadilan negeri, diberitabukan kepada ketua pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama. (IR. 195.)

Pasal 207.
(1) Dalam hal keengganan atau kealpaan pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan secara sukarela, maka pihak yang menang secara lisan atau tertulis dapat mengajukan permohonan agar putusan yang bersangkutan dilaksanakan.
(2) Ketua atau jaksa yang diberi kuasa menyuruh memanggil pihak yang kalah dan memperirgatkannya

agar ia dalam waktu yang ditentukannya,-tidak melebihi delapan hari, melaksanakan keputusan yang bersangkutan. (Rv. 439, 443; IR. 196.)

Pasal 208.
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua atau jaksa yang diberi kuasa karena jahatannya mengeluarkan perintah untuk menyita -jumlah barang-barang bergerak dan, jika jumlahnya diperkirakan tidak akan mencukupi, juga sejumlah barang-barang tetap milik pihak yang kalah sebanyak diperkirakan akan mencukupi untuk membayar jumlah uang sebagai pelaksanaan putusan, dengan batasan bahwa di daerah Bengkulu, sumatera Barat dan Tapanuli, hanya dapat dilakukan penyitaan atas harta (harta pusaka) jika tidak terdapat cukup kekayaan dari harta pencarian baik yang berupa barang bergerak maupun barang tetap. (Rv. 444; IR. 1971.)

Pasal 209.
(1) penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan negeri.
(2) Jika panitera berhalangan karena kesibukan tugasnya atau karena alasan lain, maka ia diganti oleh seorang yang cakap dan terpercaya yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang diberi kuasa yang juga berwenang untuk menunjuk sepanjang dikehendaki oleh ketua dengan melihat keadaan dan untuk menghemat biaya karena jaraknya tempat barang-barang yang akan disita.
(3) penunjukan itu dilakukan cukup dengan menyebutnya saja atau dengan suatu catatan dalam perintah tertulis seperti dimaksud dalam pasal yang lain.
(4) panitera atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya membuat berita acera tentang apa yang telah dilakukannya dan memberikan penjelasan tentang maksudnya kepada pihak yang barangnya disita, bila ini ada. (Rv. 446 dst.; IR. ig72-6.)

Pasal 210.
(1) panitera atau orang yang menggantikannya dalam menjalankan penyitaan dibantu oleh dua orang saksi yang nama, pekerjaan serta tempat tinggalnya disebut dalam berita acara dan yang ikut menandatangani surat aslinya serta surat-surat turunannya.
(2) (s.d.u. dg. S. 1932-42.) para saksi harus penduduk Indonesia yang telah berumur 21 tahun dan oleh orang yang menalankan penyitaan dikenal sebagai terpercaya atau oleh pejabat pamong praja berbangsa Eropa atau Bumiputra diusulkan kepadanya. (IR. 197 6,7.)

Pasal 211.
penyitaan barang-barang bergerak milik yang kalah, termasuk uang dan surat-surat berharga, dapat terdiri juga dari barang-barang bergerak yang berujud yang ada di bawah penguasaan orang lain, dan tidak boleh meluas ke ternak dan perkakas-perkakas yang betul-betul diperlukan untuk menjalankan perusahaan pribadi dari terhukum. (IR. 1978.)

Pasal 212 .
panitera atau orang yang ditunjuk untuk mewakilinya dengan melihat keadaan, menitipkan barang- barang bergerak atau sebagiannya kepada orang mengalami penyitaan, atau dapat juga memindahkannya seturuh atau seya ke tempat lain untuk disimpan. Dalam hal pertama ia memberitahukannya kepada pousi setempat yang mewagajangan sampai ada barang-barang dipindahkan. Hak opstal Indonesia tidak boleh dipindahkan. (IR. 197".)

Pasal 213.
(1) Dalam hal penyitaan terhadap barang-barang tetap, maka berita penyitaan diumumkan kepada khalayak ramai, sepanjang barang itu terdaftar atau tidak berdasarkan Ordonansi Balik-Nama (S; 1834-27), dengan cara pencatatan berita acara di dalam daftar menurut pasal 50 (S. 1848-10) tentang mulai berlakunya dan perpindahan ke perundang-undangan baru atau dalam daftar di kepaniteraan pengadilan negeri yang diadakan untuk itu. (Rv. 507.)
Dalam  kedua  hal  itu  harus  dicantumkan  jam,  hari,  bulan  dan  tahun  pengumuman  yang bersangkutan, sedangkan jam, hari, bulan dan tahun oleh panitera dicatat dalam surat yang asli.
(2) Selain itu, orang yang melakukan penyitaan meminta kepada kepala desa maupun kepala pamong lainnya untuk memaklumkan penyitaan itu kepada khalayak ramai menurut cara yang lazim dijalankan setempat. (IR. 198.)

Pasal 214.
(1) Terhitung mulai hari diumumkannya berita acara penyitaan itu, maka pihak yang mengalami penyitaan tidak diperbolehkan untuk memindahtangankan, membebani dengan suatu hak atau menyewakan barang tetap itu.

(2) perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan larangan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada orang yang melakukan penyitaan. (Rv. 507; IR. 199.)

Pasal 215.
(1) penjualan barang sitaan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang, atau tergantung dari keadaan atas pertimbangan ketua atau jaksa yang dikuasakan oleh orang yang melakukan penyitaan ataupun oleh orang lain yang dipandang cakap dan dapat dipercaya oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan itu, yang bertempat tinggal di tempat penjualan akan dilakukan atau di dekat tempat itu. Penjualan dilakukan menurut syarat-syarat biasa secara umum dan diberikan kepada yang menawar dengan harga tertinggi.
(2) jika penjualan tersebut dalam ayat (1) harus dilaksanakan untuk memenuhi pembayaran yang tidak melebihi tiga ratus gulden, tidak termasuk biaya perkara, atau jika atas.perkiraan ketua atau jaksa yang dikuasakan memperkirakan barang-barang yang disita tidak akan mencapai jumlah tiga ratus gulden, maka penjualan sekali-kali tidak boleh diserahkan kepada juru lelang.
(3) Dalam hal itu petelangan dilakukan oleh orang yang melakukan penyitaan atau oleh orang yang dipandang cakap dan terpercaya seperti tersebut dalam ayat (1). orang yang ditugaskan melakukanan lelang membuat laporan tertulis yang disampaikan kepada ketua atau jaksa yang dikuasakan tersebut. (Rv. 453, 466; Venduregl. 1, 4, 20 dst.; IR. 200 1-3.)

Pasal 216.
(1) pihak yang barangnya disita dapat memberikan urutan barang-barang yang harus didahulukan 4
untuk ditawarkan. (IR. 200 .)
(2) Begitu jumlah yang diperlukan untuk memenuhi keputusan beserta biayanya tercapai, maka penjualan dihentikan dan sisa barang-barangnya dikembalikan kepada pemiliknya. (IR. 2OO5.)
(3) Di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, harta pusaka baru boleh dilelang setelah barang-barang bergerak dan barang-barang tetap hasil pekerjaan debitur sendiri habis dilelang.

Pasal 217.
(1) pelelangan (penjualan) barang bergerak dilakukan sesudah pengumuman menurut cara setempat dan tidak boleh dilakukan sebelum lewat delapan hari setelah dilakukan penyitaan.
(2) Bila bersama-sama dengan barang-barang bergerak juga disita barang-barang tetap, dan di antara barang-barang bergerak itu tidak ada barang yang mudah busuk, maka pelelangan dilakukan bersama-sama dengan urutan yang telah diberikan oleh yang terkena sita, tetapi setelah diumumkan dua kali dengan waktu antara lima belas hari.
(3) Dalam penyitaan yang dilakukan terhadap seluruh barang-barang tetap, maka digunakan tata cara pelelangan seperti diatur dalam ayat yang lalu.
(4) Pelelangan barang-barang tetap yang sekiranya melebihi nilai seribu gulden, di daerah karesidenan di mana beredar satu atau lebih surat kabar harian, hanis diumumkan satu kali, selambat-lambatnya empat belas hari sebelum dilakukan pelelangan, dalam surat kabar tempat akan dilakukan pelelangan, dan jika tidak ada surat kabar di tempat itu, di suatu surat kabar tempat terdekat. (Rv. 516; IR. 2006-9.)

Pasal 218.
(1) Hak orang yang barangnya dilelang atas barang-barang tetap berpindah kepada pihak pembeli berdasarkan penentuan bahwa ia yang menawar tertinggi, jika semua syarat-syarat jual-belinya telah dipenuhi dan harga dilunasi atas pelunasan itu ia akan menerima tanda bukti tertulis dari kantor lelang atau dari orang yang  ditugaskan melaksanakan dan pelelangan. (Rv. 526, 532; IR.10 200 .)
(2) Jika pemilik barang yang telah dilelang enggan untuk menyerahkan barang yang telah dijual itu, maka ketua pengadilan geri atau jaksa yan g dikuasakan secara tertulis mengeluarkan surat perintah kepada peabat yang bertugas memberitahukan untuk, bila perlu dengan bantuan polisi, memaksa agar yang membangkang itu beserta keluarganya meninggalkan dan mengosongkan barang itu. Pejabat yang bertugas menjalankan perintah dibantu oleh panitera pengadilan negeri atau oleh seorang pegawai berkebangaan Eropa yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yangg dikuasakan atau bila orang semacam itu tidak ada, oleh seorang kepala desa Indonesia atau pegawai Indonesia yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang dikuasakan- (Rv. 526, 1033; IR. 20010.)
Pasal 2 19
Jikalau ada dua atau lebih permohonan pelaksanaan keputusan terhadap satu orang debitur, maka dalam satu berita acara dilakukan penyitaan atas sejumlah barang-barang yang sekiranya diperlukan untuk menutup seluruh jumlah dari semua keputusan berikut biaya pelaksanaannya. (IR. 201.)

Pasal 220.
Bila setelah selesai suatu penyitaan tetapi sebelum diadakan penjualan, masuk lagi permohonan- permohonan untuk pelaksanaan putusan terhadap debitur, maka barang-barang yang telah disita digunakan juga untuk menutup segala putusan dan ketua atau jaksa yang dikuasakan, jika perlu dapat memerintahkan agar penyitaan dilanjutkan terhadap barang-barang yang belum disita sampai jumlah yang kiranya cukup untuk membayar seluruh putusan ditambah dengan biaya-biayanya. (IR. 202.)

Pasal 221.
Dalam jangka waktu seperti tersebut dalam pasal  yang lalu, maka keputusan-keputusan terhadap debitur yang dijatuhkan oleh hakim-hakim lain dari yang disebut dalam pasal 206 ayat (1), dapat juga diajukan untuk dilaksanakan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam wilayahnya dilakukan penyitaan. Ketentuan pasal 220 berlaku pula dalam hal ini. (IR. 203.)

Pasal 222.
(1) Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam tiga pasal yang lain, maka ketua yang dimaksud dalam pasal yang lain, setelah mendengar atau memanggil dengan sepatutnya debitur dan para kreditur yang mengajukan permohorkan pelaksanaan, menentukan cara pembagian hasil eksekusi di antara para kreditur.
(2) para kreditur yang memenuhi panggilan seperti tersebut dalam ayat yang Wu dapat mengajukan banding kepada pengadilan tinggi terhadap penetapan tersebut; terhadap permohonan banding itu berlaku pasal 199. (TR. 204.)

Pasal 223.
Segera setelah penetapan mengenai pembagian mempunyai kekuatan yang pasti maka ketua memberikan daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan untuk mengadakan pelelangan sebagai dasar pembagian hasil penjualannya. (TR. 205.)

Pasal 224.
(1) Kecuali apa yang diatur dalam ayat berikut, maka pelaksanaan keputusan yang bermaksud membayar sejumlah uang yang tidak melebihi seratus lima puluh gulden, tidak termasuk biaya
1
perkara, dilakukan tanpa peringatan lebih dahulu. (IR. 206 .)
(2) (s.d.u. dg. S. 1934-621, 622, S. 1936-629) Jumlah uang yang termaksud dalam ayat yang lalu yang berhubungan dengan pelaksanaan keputusan pengadilan adalah sebagai berikut:
a. di dalam wilayah Sumatera Timur dua ratus lima puluh gulden.
b. di dalam afdeling-afdeling dalam Karesidenan Aceh dan sekitarnya yang tidak ada peagadilan negerinya, lima ratus gulden.
c. (Huruf c ini dianggap tidak tertuli karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.)
d. Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan
(4) Jika tidak cukup adanya barang-barang bergerak, maka atas perintah tertulis karena jabatan ketua atau jaksa yang dikuasakan, juga barang-barang tetap boleh disita dengan cara penyitan seperti ditentukan dalam pasal 208 s/d 210 dan pasal 213, dan dijual dengan cara-cara yang ditentukan dalam pasal 215 s/d 218.(IR. 2062 )

Pasal 225.
(1) perlawanan pihak debitur terhadap pelaksanaan, baik mengenai penyitaan barang-barang bergerak maupun barang-barang tetap, dilakukan secara tertulis atau lisan kepada pejabat yang memerintahkan penyitaan, dan jika perlawanan dilakukan secara lisan, maka pejabat itu membuat 1 catatan atau menyuruh membuat catatan. (IR. 207 .)
(2) Jika perlawanan dilakukan oleh jaksa yang dikuasakan, maka segera ia mengajukan  permohonan itu atau catatannya kepada ketua pengadilan negeri.

Pasal 226.
perkara kemudian oleh ketua diajukan kepada sidang pengadilan negeri pertama agar diputus setelah mendengar atau memanggil para pihak dengan sepatutnya. (TR. 207'.)

Pasal 227.
(1) perlawanan itu tidak mencegah atau menunda pelaksanaan, kecuali jika diperintahkan oleh pejabat yang telah memerintahkan penyitaannya.

(2) perintah itu dicantumkan di atas surat permohonannya atau dicantumkan di atas catatan permohonan lisannya.

Pasal 228.
(1) Ketentuan-ketentuan dalam tiap pasal sebelumnya berlaku juga dalam hal pihak ketiga melawan pelaksanaan berdasarkan pernyataan sebagai pemilik barang-barang yang disita.
(2) Terhadap keputusan-keputusan berdasarkan pasal ini dan pasal-pasal 226, 231 dan 240, berlaku ketentuan-ketentuan mengenai banding. (IR. 208.)

Pasal 229.
(1) Atas petunjuk orang yang memohon pelaksanaan putusan, maka dengan memperhatikan apa yang ditentukan dalam pasal 208, dapat dilakukan penyitaan atas tagihan-tagihan yang dapat dituntut oleh pihak yang dieksekusi dari pihak lain.
(2) Turunan surat perintah penyitaan diberitahukan kepada pihak ketiga yang barangnya disita dan juga kepada pihak yang dieksekusi kepada yang pertama sekaligus dengan perintah untuk menahan barang yang disita itu dengan ancaman pembayaran yang dilakukan tidak sah. (Rv. 477.)

Pasal 230.
(1) Dalam waktu delapan hari setelah diberitahukan, maka orang yang mengalami tindakan pelaksanaan dapat mengajukan perlawanan, jika Ia beranggapan mempunyai cukup alasan untuk itu. (Rv. 479.)
(2) Terhadap perlawanan ini berlaku peraturan-peraturan tersebut dalam pasal 225 dan berikutnya.

Pasal 231
Jika perlawanan pihak yang mengalami pelaksanaan itu dianggap mempunyai dasar dan karena itu mendapat pembebasan dari pelaksanaan, maka pemohon pelaksanaan dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, kepada pihak yang mengalami pelaksanaan. (Rv. 480.)

Pasal 232.
Jika yang mengalami pelaksanaan tidak melakukan perlawanan seperti tersebut dalam pasal 230, atau perlawanannya ditolak, maka pemohon dalam waktu satu bulan setelah lampau tenggang waktu yang ditentukan untuk mengajukan perlawanan atau sesudah keputusan cwatuhkan harus mengajukan gugatan terhadap pihak ketiga yang barangnya disita agar memberikan keterangan tentang berapa banyak utangnya kepada pihak yang mengalami pelaksanaan dengan ancaman batalnya penyitaan, dan selanjutnya agar dihukum menyerahkan sejumlah uang yang akan temyata kepada pihak yang sedang mengalami pelaksanaan untuk kepentingan pemohon agar dapat penggantian gugatannya dan agar bila Ia menolak memberi keterangan, dihukum untuk membayar sejumlah uang, untuk mana penyitaan dilakukan, atau bila perlawanan dibenarkan, untuk membayar biaya dan bunga seakan-akan Ia sendiri adalah debitur. (Rv. 481.)

Pasal 233.
Jika pihak ketiga yang terkena sita termasuk orang yang tunduk kepada peradilan Barat, maka terhadapnya diperlakukan ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap sita barang pihak ketiga seperti diatur dalam Reglemen Acara perdata (Rv.).

Pasal 234.
Jika pihak ketiga itu termasuk yang tunduk kepada pengadilan negeri, maka diikuti peraturan-peraturan mengenai cara mengajukan perkara dan penyelesaiannya seperti diatur dalam pasal 142 dan berikutnya dalam undang-undang  ini dan juga apa yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini.

Pasal 235.
(1) Keterangan pihak ketiga yang barangnya disita diberikan cara tertulis atau lisan di hadapan sidang pengadilan. (Rv. 736.)
(2) Harus disebutkan alasan-alasan dan hal lain sebagai berikut:
- sebab dan jumlah utang pihak ketiga itu kepada pihak yang sedang mengalami pelaksanaan;
- pembayaran-pembayaran atas rekening, jika ada;
- cara pelunasan utang, jika pihak ketiga mengatakan sudah tidak mempunyai utang lagi. (Rv. 735.)

Pasal 236.
Jika pihak ketiga telah memberikan keterangannya dan tidak membantah penghukuman yang dimintakan, maka semua biaya yang telah Ia keluarkan harus diganti dan ia tidak dapat diwajibkan untuk melakukan suatu pembayaran kecuali untuk melunasi atau dengan dikurangi.biaya itu. (Rv. 737.)

Pasal 237.
Jika pihak ketiga yang barangnya disita membantah untuk memberi keterangan dan alasan untuk itu tidak dibenarkan, maka Ia masih diperintahkan untuk memberikan keterangan pada hari yang ditentukan dan bersamaan dengan itu dihukum membayar biayanya. (Rv. 738.)

Pasal 238.
(1) Jika ia tetap lalai untuk memberikan keterangan, maka terhadapnya dijatuhkan putusan di luar kehadirannya dan ia dihukum membayarjumlah tuntutan yang menyebabkan penyitaan tersebut atau bila perlawanan dibenarkan, berikut bunga serta biaya-biaya seolah-olah Ia sendiri adalah debitur. (Rv. 739.)
(2) Jika tidak memberikan keterangan itu karena ia tidak datang, maka berlakulah pasal 150 reglemen ini.

Pasal 239.
Pihak yang minta pelaksanaan keputusan dapat memaksa pihak ketiga untuk menguatkan keterangannya dengan sumpah. (Rv. 742.)

Pasal 240.
(1) Jika yang memohon pelaksanaan membantah kebenaran keterangan dan pihak ketiga itu dinyatakan sebagai yang tidak benar, maka keterangan itu diperbaild oleh hakim dan pihak ketiga dihukum untuk memenuhi apa yang ternyata merupakan utangnya.
(2) Kecuali itu Ia dapat dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (Rv. 743.)

Pasal 241.
Uang yang temyata menjadi utang pihak ketiga itu harus dibayarkan kepada pihak yang mengalami tindakan pelaksanaan putusan sampai sejumlah yang sudah diperbaiki dalam keputusan dan, jika perlu dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga atas kekuatan keputusan hakim dengan paksa (eksekusi). (Rv. 744.)

Pasal 242.
(1) iika tidak ada atau tidak cukup barang-barang untuk menjamin pelaksanaan putusan hakim, maka ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan atas permohonan tertulis atau lisan pihak yang dimenangkan, dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat yang berwenang melakukan pekerjaan -jurusita (exploit) untuk menyandera debitur. (Rv. 583 dst.; RB9. 244.).
(2) Lama waktu penyanderaan debitur menurut pasal berikut dinyatakan dalam surat perintah itu. (Rv. 580, 586; IR. 209.)

Pasal 243.
(1) penyanderaan diperintahkan: untuk selama enam bulan karena penghukuman membayar sampai jumlah seratus gulden;
untuk selama satu tahun karena penghukuman membayar di atas seratus gulden sampai dengan tiga ratus gulden;
untuk selama dua tahun karena penghukuman membayar di atas tiga ratus gulden sampai dengan lima ratus gulden;
untuk selama tiga tahun karena penghukum- membayar lebih dan lima ratus gulden. (Rv. 586.)
(2) Biaya perkara tidak termasuk jumlah-jumlah uang yang diperhitungkan seperti tersebut di atas. (IR. 210).

Pasal 244.
Terhadap orang-orang yang sudah berumur enam puluh lima tahun, maka penerapan paksa badan hanya diperbolehkan sesuai dengan peraturanperaturan yang ada atau yang akan dikeluarkan. (S. 1874- 94)

Pasal 245.
Sekali-kali tidak diizinkan kepada anak-anak dan keturunan-keturunan seterusnya untuk melakukan penyanderaan terhadap keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam garis lurus dan di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, sepanjang hukum warisnya mengikuti ketentuan-ketentuan Melayu, dilarang penyanderaan oleh kemenakan terhadap saudara-saudara laki-laki atau perempuan pihak ibu. (KUHperd. 298; Rv. 582; IR. 211.)

Pasal 246.

Seorang debitur tidak boleh disandera: 0
.  di dalam sebuah gedung ibadah selama ada peribadatan;
20. di tempat-tempat di dalam sidang-sidang oleh penguasa selama sidang berlangsung. (Rv. 22, 595; IR. 212.)

Pasal 247.
(1) Jika seorang debitur melawan penyanderaan berdasarkan pendapatnya bahwa perintah penyanderaan melanggar peraturan hukum dan menginginkan segera ada keputusan, maka ia secara tertulis mengajukan keberatannya kepada pejabat yang memberi perintah penyanderaan atau jika ia menghendaki, dihadapkan kepada pejabat itu yang dalam dua hal itu segera menetapkan apakah debitur itu akan disandera sementara atau tidak, sambil menunggu keputusan pengadilan negeri.
(2) Ayat (5), (7) dan (8) pasal 252 dalam hal ini berlaku pula.
(3) Jika debitur secara tertulis melawan penyanderaan itu, maka sambil menunggu keputusan dari pejabat itu untuk menghindarkan ia lari, ia dijaga. (Rv. 6N; IR. 213.)
(4) Jika jaksa yang dikuasakan telah memerintahkan penyanderaan, maka ia mengirimkan surat permohonan penyanderaan itu atau, jika penyanderaan dimohonkan secara lisan, catatan mengenal hal itu beserta penetapannya, kepada ketua pengadilan negeri.

Pasal 248.
Seorang  debitur  yang  tidak  melawan  atau  perlawanannya  ditolak,  segera  dibawa  ke  lembaga pemasyarakatan untuk disandera. (Rv. 600; IR. 124.)

Pasal 249.
(1) pejabat yang bertugas melakukan penyanderaan tidak boleh memasukkan debitur ke dalam lembaga pemasyarakatan sebelum menunjukkan perintah tertulis untuk penyanderaan itu kepada penuntut umum jaksa yang membuat catatan tentang hal itu di atas surat perintahnya. (Rv. 602.)
(2) pegawai pelaksana sandera dalam waktu dua puluh empat jam memberitahukan hal itu kepada panitera pengadilan negeri tentang terjadinya penyanderaan. (KUHp 333, 555; IR. 215.)

Pasal 250.
(1) Biaya pemeliharaan orang yang disandera ditanggung oleh orang yang memohon penyanderaan yang harus dibayar lebih dahulu untuk tiap-tiap tiga puluh hari, kepada lembaga pemasyarakatan menurut reglemen dan peraturan yang dibuat oleh Gubemur Jenderal.
(2) Jika pemohon sandera sebelum hari ketiga puluh satu tidak memenuhi kewajiban membayar, maka atas pennohonan si sandera atau kepala lembaga pemasyarakatan oleh ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan segem diperintahkan agar penyanderaan dihentikan. (Rv. 587.)
(3) perintah penghentian penyanderaan dilaksanakan oleh jaksa kepala atau jaksa yang membuat catatan tentang hal itu di surat perintah atau jika tidak ada pejabat sedemikian di tempat itu oleh seorang pegawai yang ditunjuk oleh ketua pengadilan atau oleh jaksa yang dikuasakan.
(4) Tentang pelaksanaan perintah penghentian penyanderaan itu dalam waktu dua puluh empat jam oleh kepala lembaga pemasyarakatan diberitahukan kepada panitera pengadilan negeri. (IR. 216.)

Pasal 251.
Debitur yang disandera secara sah segera dibebaskan: 0
.  atas  izin  orang  yang  mohon  penyanderaan,  selain  dengan  suatu  akta  otentik,  juga  dapat
disampaikan dengan keterangan secara lisan kepada ketua pengadilan negeri yang tentang hal itu memerintahkan agar hal itu dicatat dalam register seperti ditentukan dalam pasal 256. Jika si pemohon sandera bertempat tinggal atau bertempat kediaman di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka keterangan itu juga dapat dinyatakan kepada jaksa dari wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemohon sandera dan dibuatlah suatu akta yang kemuthan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri;
20. karena pembayaran utang atau perlitipan secara hukum kepada seorang notaris atau panitera pengadilan negeri jumlah uang sebagai pembayaran utang kepada si pemohon sandera, termasuk juga bunganya, biaya perkara, biaya penyanderaan serta uang muka yang telah dibayar untuk pemeliharaan. (KUHperd. 1382 dst., 1404; Rv. 591, 809, dst.; IR. 217.)

Pasal 252.
(1) Seorang debitur yang tidak melakukan perlawanan menurut cara yang ditentukan dalam pasal 247 tidak kehilangan haknya, bila menyatakan ia disandera secara bertentangan dengan pasal-pasal 244, 245 dan 246 atau telah disandera dengan melawan hukum, dan dapat mengajukan permohonan agar pengadilan negeri menyatakan penyanderaannya batal.
(2) Untuk itu ia dengan perantaraan kepala lembaga pemasyarakatan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri.
(3) Jika ia tidak dapat menulis, maka ia diberi kesempatan untuk mengajukan permohonannya secara lisan kepada ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan yang wilayah hukumnya meliputi letak lembaga pemasyarakatan, dan tentang hal itu dibuat catatan atau diperintahkan agar dibuat catatan.
(4) Jaksa yang dikuasakan menyampaikan catatan yang dibuatnya, atau menyuruh membuatnya, segera kepada ketua pengadilan negeri.
(5) Ketua mengajukan penuohonan itu di depan sidang yang berikutnya dan pengadilan negeri memutuskan, bila perlu sesudah mendengar si sandera dan yang mohon sandera.
(6) Akan dijalankan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari pasal ini, jika si sandera berpendapat ada yang sah yang dapat ia kemukakan untuk penghentian penyanderaan, kecuali yang tersebut dalam pasal 250 yang ditetapkan sendiri oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan.
(7) Dalam hal ini semua, maka putusan pengadilan negeri dapat dimohonkan banding tetapi dapat dilaksanakan dengan serta merta.
(8) Ketentuan-ketentuan termuat dalam pasal 199 - 205 berlaku juga dalam hal banding ini. (IR. 218.)

Pasal 253.
(1) Debitur yang penyanderaannya dinyatakan batal atau karena tidak dibayar uang muka untuk pemeliharaannya tidak dapat disandera kembali untuk utang yang sama sebelum lampau delapan hari sejak ia dibebaskan. (Rv. 582.)
(2) Jika ia dibebaskan karena tidak dibayar uang muka untuk pemeliharaanya, maka kreditur tidak boleh menyandera lagi debitur, kecuali ia membayar uang muka untuk pemeliharaannya untuk jangka waktu tiga bulan. (Rv. 605.)
(3) Bagaimanapun sewaktu selama dijalaninya penyanderaan harus dikurangkan dari waktu yang diperbolehkan untuk penyanderaan dalam berbagai hal. (IR. 219.)

Pasal 254.
Barang siapa melarikan diri dari penyanderaan dapat segera disandera kembali berdasarkan perintah penyanderaan yang pernah dikeluarkan dulu, dengan tidak mengurangi kewajiban mengganti kerugian dan biaya yang disebabkannya. (IR. 220. )

Pasal 255.
Meskipun penyanderaan telah dilakukan terhadapnya, debitur tetap bertanggung-jawab atas utang yang menyebabkan ia disandera. (IR. 221; Rv. 593.)

Pasal 256.
Panitera pengadilan negeri memegang suatu register mengenai penyanderaan yang berisi catatan mengenai: (Rv. 602.) perintah untuk penyanderaan dengan  menyebut  pejabat  yang mengeluarkan perintah itu,  hari
ditanda-tanganinya, nama-nama dan pekerjaan serta tempat tinggal mereka yang diperintahkan untuk disandera, serta lamanya waktu penyanderaan dapat dilakukan;
20.  hari debitur mulai ditahan;
30.  hari dibebaskan dari penyanderaan. (IR. 222.)

Pasal 257.
Ketua pengadilan negeri tiap saat, jika menghendakinya, dapat meminta agar daftar itu diperlihatkan kepadanya sedikitnya sebulan sekali dan secara teliti mengawasi supaya orang yang disandera segera dikeluarkan dari penyanderaan begitu waktu penyanderaan lewat. (IR. 223.)

Pasal 258.
(1) Grosse akta hipotek dan surat-surat utang yang dibuat oleh notaris di dalam wilayah Indonesia memuat kepala yang berbunyi "Atas nama Raja" (sekarang: Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa) mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan.
(2). Untuk pelaksanannya yang tidak dijalankan secara suka-rela, berlaku ketentuan-ketentuan bagian ini, tetapi dengan pengertian bahwa penerapan paksaan badan hanya dapat dijalankan jika diizinkan oleh putusan pengadilan. (Rv. 4tO, 584; No. 41; IR. 224.)

Bagian 5. Beberapa Acara Khusus.

Pasal 259.
(1) Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan.
(2) Terhadap permohonan ini berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 142, 143, 144, 145 dan 146 dengan perbedaan, bahwa ketua hanya memanggil debitur untuk menghadap di sidang pengadilan yang datang untuk didengar pendapatnya mengenai permohonan tersebut;
(3) Sesudah debitur didengar, atau bila ia tidak hadir setelah dipanggil dengan sepatutnya, maka pengadilan negeri menolak tuntutan itu atau memberi penilaian dalam jumlah uang yang sama dengan apa yang diituntut pemohon atau dengan jumlah yang lebih kecil, dengan menghukum debitur untuk membayar jumlah itu. (KUHperd. 1239; IR. 225.)

Pasal 260.
(1) Seorang pemilik suatu barang bergerak dapat memohon kepada kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan orang yang memegang/menguasai barang itu, dengan cara tertulis atau lisan, agar dilakukan penyitaan atas barang yang dikuasai itu.
(2) Barang yang harus disita harus diterangkan dengan teliti dalam permohonannya itu.
(3) Jika penyitaan dikabulkan, maka penyitaan dilakukan dengan perintah tertulis dari ketua, ditetapkan pula siapa yang harus melakukan penyitaan serta tata cara yang harus diturut dengan mengikuti apa yang diatur dalam pasal 208-212.
(4) penyitaan yang telah dilakukan segera diberitahukan oleh panitera kepada pemohon sita dengan diberitahukan pula, bahwa ia harus hadir pada hari persidangan yang akan datang agar mengajukan dan menguatkan tuntutannya.
(5) Orang, yang barangnya disita, diperintahkan juga untuk hadir pada persidangan itu.
(6) pada hari yang sudah ditentukan, maka persidangan dilakukan dengan cara yang biasa dan diputus tentang hal itu.
(7) Jika gugatan dikabulkan, maka sitaan dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar barang yang disita diserahkan kepada penggugat, sedangkan jika gugatan ditolak, maka diperintahkan agar sita diangkat. (Rv. 714 dst.; IR. 226.)

Pasal 261.
(1) Bila ada dugaan yang berdasar, bahwa seorang debitur y ang belum diputus perkaranya atau yang telah diputus kalah perkaranya tetapi betum dapat dilaksanakan, berusaha untuk menggelapkan atau memindahkan barang-barang bergeraknya atau yang tetap, agar dapat dihindarkan jatuh ke tangan kreditur, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua pengadilan negeri atau jika debitur bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman debitur dapat memerintahkan penyitaan barang-barang tersebut agar dapat menjamin hak si pemohon, dan sekaligus memberitahukan padanya supaya menghadap di pengadilan negeri pada suatu hari yang ditentukan untuk mengajukan gugatannya serta menguatkannya. (Rv. 720 dst.)
(2) Debitur, atas perintah pejabat yang memberi perintah, dipanggil untuk datang menghadap pada hari sidang yang sama.
(3) Tentang siapa yang ditugaskan melakukan penyitaan serta tentang tata cara yang harus diikuti dan akibatnya diatur juga dalam pasal 208-214.
(4) Jaksa segera memberikan laporan tentang apa yang telah dilakukannya kepada ketua pengadilan negeri.
(5) pada hari yang sudah ditentukan pemeriksaan pengadilan dilakukan dengan cara biasa.
(6) Jika gugatan dikabulkan, maka penyitaan dinyatakan sah dan berharga; jika gugatan ditolak, maka diperintahkan agar penyitaan diangkat.
(7) Jika penyitaan dilakukan atas perintah jaksa, maka ketua pengadilan negeri, jika ada cukup alasan, dapat memerintahkan untuk mengangkat penyitaan itu sebelum hari persidangan yang  harus dihadiri oleh para pihak.
(8) pengangkatan sita selalu dapat dituntut dengan jaminan seorang penanggung atau atas jaminan- jaminan lain yang cukup. (KUHperd. 1820 dst.; Rv. 725; IR. 227.)

Pasal 262.
(1) Terhadap  putusan-putusan  hakim  berdasarkan  tiga  pasal-pasal  terdahulu,  berlaku  ketentuan-

ketentuan umum mengenai banding.
(2) Keputusan-keputusan hakim tersebut dalam pasal-pasal itu dilaksanakan menurut cara biasa. (IR. 228.)

Pasal 263.
Jika seorang dewasa karena akalnya terganggu, tidak mampu untuk mengurus diri sendiri serta harta bendanya, maka tiap-tiap keluarga terdekat dan jika tidak ada, jaksa kepala atau jaksa berhak memohon agar diangkat seorang pengampu untuk mengurus orang demikian serta harta bendanya. (KUHPerd. 434 dst.; S. 1931-54; IR. 229.)

Pasal 264.
(1) permohonan ini diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan dan memanggil pemohon dan saksi-saksi yang disebutkan beserta orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan agar mereka datang di sidang pengadilan negeri pada hari yang ditetapkan, (KUHperd. 438 dst; IR. 230.)
(2) pada hari persidangan itu orang-orang yang dipanggil serta saksi-saksi didengar sesudah disumpah. (IR. 231.)

Pasal 265.
(1) Bila orang yang ditempatkan di bawah pengampuan bertempat tinggal atau berdiam diluar wilayah kejaksaan di tempat kedudukan pengadilan negeri atau bila ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka permohonan dapat diajukan kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman si terampu yang kemudian mendengar orang-orang yang disebut dalam pasal terdahulu, saksi- saksi setelah disumpah dan dari pendengaran itu membuat berita acara dengan permintaan untuk mengirimkan catatan-catatan yang dibuatnya kepada ketua pengadilan negeri.
(2) Ketua mengajukan perkara itu untuk diputus ke sidang pengadilan berikut yang diketuainya.
(3) Sambil menunggu keputusan itu, maka jaksa dapat mengambil tindakan-tindakan sementara yang dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang ada di bawah pengampuan.

Pasal 266.
Bila permohonan dikabulkan, maka pengadilan negeri mengangkat seorang menjadi pengampu yang diperkirakan dapat mengurus orang yang ditempatkan di bawah pengampuan beserta barang-barangnya dengan sebaik-baiknya. (IR. 2312; KUHperd. 449.)

Pasal 267.
(1) pengampuan dapat dihentikan oleh pengadilan negeri jika alasanyang menyebabkan diberikan pengampuan itu sudah tidak ada lagi.
(2) permohonan untuk penghentian pengampuan, pemeriksaan tentang hal itu dan pemberian keputusan tentang itu dilakukan dengan cara seperti ditentukan di atas. (KUHperd. 460; IR. 232.)

Pasal 268.
pada waktu berakhirnya pengampuan karena dihentikan atau karena hal-hal lain, maka pengampu berkewajiban memberikan perhitungan dan pertanggung-jawaban atas pengurusannya. (KUH perd. 409, 452; IR. 233,)

Pasal 269.
(1) pengadilan negeri berwenang, atas permohonan keluarga orang yang kecelakaan, untuk memasukkan orang-orang yang karena kelakuannya buruk di bawah pengampuan atau jaksa, demi ketertiban atau untuk menghindarkan kecelakaan, untuk memasukkan orang-orang yang karena kelakuan buruk dan boros untuk dibiarkan hidup secara itu atau berbahaya bagi orang-orang lain di seldtamya, setelah diadakan penyelidikan secara pantas, ke dalam suatu lembaga, rumah sakit atau tempat-tempat lain yang sesuai untuk ditahan, selama orang itu tidak menunjukkan tanda perbaikan yang nyata. (RO. 134 dst., 138.)
(2) permohonan-permohonan semacam itu terlepas dari pengampuan yang jika belum diberikan sebelumnya dan cukup adanya alasan-alasan untuk itu, dapat dimohonkan bersamaan atau kemudian menurut ketentuan-ketentuan di atas. (KUHPerd 456; IR. 234.)
(3) Sambil menunggu dikeluarkannya keputusan, maka jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang-orang tersebut dalam ayat (1) dapat mengambil tindakan-tindakan yang dipandang perlu untuk menjaga ketertiban dan keamanan.

Pasal 270.

(s. d. u. dg. S. 1936-131, 132.) Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ayat (1) pasal yang lalu berlaku juga di karesidenan-karesidenan atau bagian-bagian karesidenan yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal terhadap orang- orang yang menderita penyakit yang menjijikkan, yang mengemis di muka umum atau terhadap gelandangan atau yang memanfaatkan keadaan nasibnya untuk mengganggu orang lain dengan pengertian:
a. bahwa orang-orang semacam itu hanya dapat dimasukkan dalam lembaga-lembaga atau rumah- rumah sakit yang oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan jawatan kesehatan rakyat yang juga sesudah dirundingkan dengan kepala dinas tersebut, tempat-tempat tersebut dinyatakan patut, jika perlu dengan syarat-syarat tertentu;
b. bahwa orang-orang yang telah mendapat penetapan hakim menurut ayat (1) dari pasal yang lalu tidak boleh dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit yang khusus untuk penderita penyakit menular tertentu sebelum oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan pejabat kesehatan yang ditugaskan dengan pengawasan kesehatan dalam daerah itu, jika mungkin seorang yang dalam penyakit itu, secara tertulis dinyatakan mereka benar-benar menderita penyakit menular itu atau dengan kuat diduga menderita penyakit itu;
c. bahwa pengadilan negeri, atas permohonan yang bersangkutan atau keluarga terdekat atau jaksa kepala atau jaksa, dapat mengetuarkan mereka dari penahanan dengan cara tersebut di atas, bila alasan-alasan yang menyebabkan mereka dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit itu sudah tidak ada lagi dan dipandang tidak perlu lagi untuk ditahan. (IR. 234.)

Pasal 271.
(1) Jika seseorang hilang atau meninggalkan rumahnya tanpa mengatur lebih dulu mengenai pengurusan harta miliknya, maka tiap pegawai kepolisian wajib dan tiap orang yang berkepentingan berhak untuk melaporkan hal itu kepada ketua pengadilan negeri, atau jika orang itu bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di situ, kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang hilang atau minggat itu. Jaksa itu wajib segera pergi ke rumah orang yang hilang atau minggat itu disertai pelapor, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarkan adanya barang- barang yang tidak diurus itu dilarikan. (KUHperd. 463 dst., 467 dst., bdk. S. 1922-455 jo. S. 1926- 344.)
(2) Tentang tindakan-tindakan itu dibuat berita acara.
(3) Jaksa segera mengirim berita acam itu kepada ketua pengadilan negeri.
(4) Ketua menyampaikan berita acara itu kepada sidang pengadilan yang berikutnya yang kemudian, jika dipandang perlu, menyerahkan penguasaan barang-barang itu sementara kepada majelis pengurusan harta peninggalan atau balai harta budel yang bersangkutan ataupun kepada suatu majeus yang dinyatakan berwenang untuk itu.
(5) Terhadap barang-barang yang menurut peraturan yang berlaku tidak boleh diurus oleh suatu badan ter-sebut di atas, maka akan dilakukan tindakan-tindakan sebegitu rupa yang dipandang paling menguntungkan bagi yang berkepentingan.
(6) pengadilan negeri dapat menyerahkan pengurusan barang-barang yang tidak seberapa harganya kepada keluarga sedarah atau semenda atau suami/isteri orang yang hilang atau minggat itu dengan satu-satunya kewajiban untuk mengembalikan barang itu atau harganya kepada orang yang hilang atau minggat itu jika di kemudian hari Ia kembati dengan dikurangi utang-utangnya, tanpa suatu penghasilan atau pendapatan.
(7) Jika ketua atau jaksa berhalangan untuk melaksanakan apa yang ditentukan dalam ayat (1) pasal ini, maka ia dapat menyerahkannya kepada salah seorang anggota pengadilan negeri atau kepada seorang pejabat bawahannya. (IR. 236.)

Pasal 272.
(s.d.u. dg. S. 1939-715.)
(1) Penetapan-penetapan pengadilan yang dijatuhkan berdasarkan pasal 266, 267, 269, 270 dan 271 dapat dimohonkan banding, tetapi sementara dapat dilaksanakan dengan serta merta. permohonan banding itu harus diajukan dalam  tenggang waktu tiga puluh hari setelah ditandatanganinya penetapan dan dicatat dengan cara seperti ditentukan untuk keputusan pengadilan negeri. Raad van Justitie memutus tanpa suatu bentuk acara.
(2) Penetapan-penetapan yang diambil menurut pasal 269 dan 270, dilaksanakan oleh atau atas perintah jaksa. (IR. 236.)

Bagian 6. Izin Berperkara Tanpa Biaya.

Pasal 273.
Penggugat atau tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat diizinkan untuk berperkara tanpa biaya. (RO. 72; Rv. 872 dst.; IR. 237.)

Pasal 274.
(1) Jika yang memohon adalah penggugat, maka ia mengajukan permohonan itu pada waktu mengajukan gugatan tertulis atau lisan seperti diatur dalam pasal 142 dan 144.
(2) Jika yang memohon adalah tergugat, maka permohonan itu diajukan bersama dengan jawabannya seperti diatur dalam pasal 145 atau di hadapan sidang jika belum diajukan sebelumnya, asal sebelum ada jawaban atas haknya.
(3) permohonan dalam dua hal itu harus disertai bukti tertulis tentang tidak mampunya yang dikeluarkan oleh kepata polisi di tempat tinggal pemohon, yang memuat keterangan pejabat itu bahwa yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan ternyata memang tidak mapu untuk membayar. (Rv. 875; IR. 238.)
(4) Jika bukti tertulis tidak dapat diajukan, maka pengadilan negeri bebas untuk meyakinkan diri tentang kemiskinan pemohon yang bersangkutan dengan jalan keterangan-keterangan an atau dengan cara lain.

Pasal 275.
(1) pada hari persidangan, maka pertama-tama ditetapkan apakah permohonan untuk  berperkara tanpa biaya dikabulkan atau tidak.
(2) pihak lawan dapat menentang diterimanya izin berperkara itu, baik mulamula dengan membuktikan bahwa gugatan atau pembelaan lawannya itu sama sekali tidak beralasan maupun dengan menunjukkan bahwa ia sebenarnya mampu membayar biaya perkara.
(3) pengadilan negeri dapat atas dasar salah satu alasan itu juga, karena jabatan, menolak permohonan itu. (Rv. 879 dst.; IR. 239.)

Pasal 276.
(1) Balai harta peninggalan dan balai budel, tanpa mengajukan tanda surat keterangan tidak mampu sebagai penggugat atau tergugat, diperbolehkan berperkara tanpa biaya jikalau budel yang diurusnya atau kekayaan orang yang diwakilinya pada waktu perkara dijalankan diperkirakan tidak akan mencukupi untuk membayar biaya perkaranya.
(2) Mereka pada waktu mengajukan permohonan untuk berperkara tanpa biaya secara singkat memperlihatkan keadaan kekayaan itu kepada haldm. (KUHperd. 415 dst.; Rv. 891 dst.; IR. 240.)

Pasal 277.
penetapan pengadilan negeri yang mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya tidak dapat dimohonkan banding atau upaya-upaya hukum lain. (RV. 892; IR. 241.)

Pasal 278.
(1) permohonan untuk berperkara dalam tingkat banding tanpa biaya harus disertai pernyataan tidak mampu seperti tersebut dalam pasal 274 ayat (3), secara lisan atau tertulis disampaikan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama: oleh pihak yang naik banding dalam waktu empat belas hari setelah keputusan dijatuhkan atau sesudah diberitahukan seperti dimaksud dalam pasal 190, oleh pihak lawan disampaikan dalam waktu empat belas hari setelah diberitahukan adanya permohonan banding atau sesudah diberitahukan menurut ayat terakhir pasal ini.
(2) Jika pemohon bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka ia dapat minta agar permohonannya dicatat oleh jaksa di tempat tinggalnya atau tempat ia berdiam.
(3) permohonan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang dimaksud dalam pasal 202.
(4) Ketua memerintahkan agar permohonan itu dalam waktu empat belas hari sesudah catatan itu, diberitahukan kepada pihak lawan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap di hadapannya. (IR. 242.)

Pasal 279.
(1) Jika pemohon tidak datang menghadap, maka permohonan dinyatakan gu gur.
(2) Pada hari yang telah ditentukan, maka ketua mendengar pemohon dan lawannya, jika datang menghadap. (IR. 243.)

Pasal 280.
(s.d.u. dg. S. 1937-631.) Berita acara pendengaran dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, berita acara persidangan, satu turunan resmi surat keputusan pengadilan dan ringkasan  catatan  yang  ada  di  dalam  daftar  tentang  permohonan  untuk  berperkara,  tanpa  biaya

dikirimkan oleh panitera pengadilan negeri kepada raad van justitie yang akan memeriksa permohonan banding itu. (IR. 244.)

Pasal 281.
(1) Raad van justitie memutus tanpa memeriksa para pihak, hanya berdasarkan surat-surat. Dengan sesuatu alasan seperti tersebut dalam pasal 275, juga karena jabatannya raad van justitie dapat menolak permohonan itu.
(2) panitera raad van justitie secepat mungkin mengirimkan turunan resmi putusan resmi raad van justitie tersebut dengan disertai surat-surat seperti tersebut dalam pasal yang lalu kepada ketua pengadilan negeri yang kemudian memberitahukannya kepada para pihak dengan cara tersebut dalam pasal 205. (IR. 246.)


TITEL V. Bukti Dalam perkara perdata.

Pasal 282.
Terhadap soal bukti dan penerimaan atau penolakan alat-alat bukti dalam perkara perdata yang menjadi wewenang hakim distrik, pengadilan distrik, peradilan oleh jaksa dan pengadilan negeri, harus diperhatikan peraturan-peraturan pokok sebagai berikut: (IR. 162.)

Pasal 283.
Barangsiapa beranggapan mempunyai suatu hak atau suatu keadaan untuk menguatkan haknya atau menyangkal hak seseorang lain, harus membuktikan hak atau keadaan itu. (KUHperd. 1865; IR. 163.)



Alat-alat bukti terdiri dari:

Pasal 284.

- bukti tertulis, (KUHperd. 1867 dst.; RBg. 285 dst.)
- bukti dengan saksi-saksi,
- persangkaan,
- pengakuan-pengakuan,
- sumpah;
semuanya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal seperti berikut. (KUHperd. 1866; IR. 164.)

Pasal 285.
Sebuah akta otentik, yaitu yang dibuat dengan bentuk yang sesuai dengan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta.itu dibuat, merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu. (KUHperd. 1868, 1870 dst.; KUHp 380; IR. 165.)

Pasal 286
(1) Akta-akta di bawah tangan adalah akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, daftar-daftar, surat-surat mengenai rumah tangga dan surat-surat lain yang dibuat tanpa campur tangan pejabat pemerintah.
(2) Cap jari yang dibubuhkan di !)awah surat di bawah tangan disamakan dengan tanda tangan asal disahkan dengan suatu surat keterangan yang bertanggal oleh notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan menerangkan bahwa ia mengenal pemberi cap jari atau yang diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dijelaskan kepada si pembubuh cap jari dan bahwa cap jari tersebut dibubuhkan di hadapannya.
(3) pejabat tersebut membukukan surat itu.
(4) pernyataan serta pembukuannya dilakukan menurut apa yang ditentukan dalam ordonansi atau menurut peraturan-peraturan yang akan ditetapkan. (KUHperd. 1874; S. 1867-29 pasal 1; S. 1916- 46.)

Pasal 287.
(1) Bila dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan, di luar hal seperti tersebut dalam ayat (2) pasal 286, maka surat-surat di bawah tangan yang ditandatangani dapat dilengkapi dengan keterangan yang bertanggal yang dibuat oleh notaris atau pejabat lain yang ditentukan dalam perundang- undangan yang menyatakan mengenal si penandatangan atau yang telah diperkenalkan kepadanya dan bahwa isi akta itu telah cwelaskan kepada si penandatangan dan bahwa kemudian tanda tangan telah dibubuhkan di hadapannya.
(2) Untuk ini berlaku ayat (3) dan (4) pasal yang lalu. (KUHperd. 1874a.)

Pasal 288.
Akta-akta di bawah tangan yang berasal dari orang Indonesia atau orang Timur Asing yang diakui oleh mereka yang berhubungan dengan pembuatan akta itu atau yang secara hukum diakui sah, menimbulkan bukti yang lengkap terhadap mereka yang menandatanganinya serta para ahli waris dan mereka yang mendapat hak yang sama seperti suatu akta otentik. (KUHperd. 1875.)

Pasal 289.
Barangsiapa yang dilawan dengan surat di bawah tangan, wajib secara tegas-tegas mengakui atau menyangkal tuhsan atau tanda tangannya, tetapi ahli warisnya atau orang yang mendapat hak cukup dengan menerangkan bahwa ia tidak mengakui tulisannya atau tanda tangan itu sebagai dari orang yang diwakilinya. (KUHperd. 1876.)

Pasal 290.
Dalam hal seseorang menyangkal tulisannya atau tanda tangannva ata ujika ahli waris atau orang-orang yang mendapat hak  menerangkan tidak mengakuinya, maka hakim memerintahkan agar diadakan pemeriksaan di depan sidang terhadap kebenarannya. (KUHperd. 1877.)

Pasal 291.
(1) Surat-surat perjanjian di bawah tangan yang sifatnya sepihak mengenai pelunasan utang dengan uang tunai atau dengan suatu barang yang dapat dinilai harganya dengan uang, harus seluruhnya ditulis dengan tangan oleh orang yang menandatangani atau setidak-tidaknya di bawahnya, kecuali tanda tangan juga ditulis dengan tangan oleh para penandatangan yang menyatakan persetujuannya yang menyebutkan dengan tulisan tangan dalam huruf-huruf lengkap jumlah uang yang harus dibayar atau besarnya ataupun banyaknya barang yang harus diserahkan.
(2) Dengan tidak adanya hal-hal tersebut di atas, maka akta yang ditandatangani itu bila perjanjiannya disangkal, hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti tertulis. (KUHperd. 19022.)
(3) (s.d, u, dg. S. 1938-276.) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku atas perjanjian- perjanjian atas saham-saham dalam suatu pinjaman obligasi; juga atas perjanjian- perjanjian utang oleh debitur yang dilakukan dalam merdalankan usahanya maupun atas akta-akta di bawah tangan yang dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal 286 ayat (2) dan pasal 287. (KUHperd 1878; S. 1867-29 pasal 4.)

Pasal 292.
Jika jumlah uang yang disebut dalam akta berbeda dengan yang dalam persetujuan, maka dianggap perikatan itu dilakukan atas jumlah yang terkecil, meskipun akta dan persetujuan itu seluruhnya ditulis tangan oleh orang-orang yang mengikat diri, kecuali jika dapat dibuktikan yang mana dari dua bagian surat itu mengandung kesalahan. (KUHperd. 1879.)

Pasal 293.
Akta-akta di bawah tangan, sepanjang tidak dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal 286 ayat (2) dan pasal 287 mengenai hari tanggalnya, mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga sejak hari disahkan dan dibukukan menurut ordonansi S. 1916-46; atau sejak hari orang-orang atau salah satu dari mereka yang menandatangani akta itu meninggal atau sejak hari terbukti adanya dengan akta-akta yang dibuat oleh pejahat-pejabat umum; ataupun sejak hari pihak ketiga yang dilawan dengan akta itu mengakui secara tertulis tentang keberadaannya. (KUHperd. 1880; S. 1916,-46.)

Pasal 294.
(1) Daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga tidak merupakan bukti yang menguntungkan bagi yang menulisnya; daftar-daftar dan surat-surat itu merupakan bukti terhadapnya:
0
1 .   dalam semua hal surat-surat itu dengan tegas-tegas menyebut suatu pembayaran yang telah diterimanya;
0
2 .   bila secara tegas-tegas dinyatakan bahwa keterangan itu dibuat untuk melengkapi kekurangan dalam titel (alas hak) untuk kepentingan orang yang melakukan perikatan.
(2) Dalam hal-hal lain, maka hakim akan memperhatikannya sejauh dianggapnya patut. (KUHperd. 1881 .)

295. Dihapus dg. S. 1927-576.

Pasal 296.
(s.d. u. dg.  S. 1927-576; 1938-276.) Hakim bebas memberikan kekuatan pembuktian untuk keuntungan seseorang kepada pembukuannya yang dalam hal khusus dipandang patut. (KUHD 7; IR. 167.)

Pasal 297
(1) Catatan-catatan yang dibuat oleh seorang kreditur pada suatu alas-hak yang selalu ada di tangannya patut dipercaya, meskipun tidak ditandatangani atau diberi tanggal olehnya jika yang ditulisnya bermaksud membebaskan debitur.
(2) Hal yang sama berlaku atas catatan yang dibubuhkan pada lembar kedua alas-hak itu atau di atas tanda pembayaran, asal lembar kedua atau tanda pembayaran itu ada di tangan debitur. (KUHperd. 1883.)

Pasal 298.
Pemilik suatu alas hak atas biayanya dapat menuntut pembaharuan daripadanya, jika karena usia atau sebab lain tulisannya menjadi tidak terbaca. (KUHperd. 1884.)

Pasal 299.
Jika alas-hak itu menjadi milik beberapa orang, maka masing-masing dapat meminta agar alas- hak itu dititipkan kepada orang ketiga, dan juga atas biayanya menyuruh membuat turunan atau kutipannya. (KUHperd. 1885.)

Pasal 300.
Dalam semua tingkat  pemeriksaan, maka suatu pihak dapat memohon hakim untuk memerintahkan pihak lawannya untuk menunjukkan surat-surat milik kedua pihak yang mereka masing- masing pegang yang bersangkutan dengan pokok sengketa. (KUHperd. 1886.)

Pasal 301.
(1) Kekuatan pembuktian suatu bukti turunan terletak di akta yang asli.
(2) Jika yang asli ada, maka turunan dan kutipannya hanya dapat dipercaya sepanjang itu sesuai dengan aslinya yang selalu dapat dituntut untuk diperlihatkannya. (KUHperd. 1888.)

Pasal 302.
Jika alas hak asli sudah tidak ada lagi, maka turunannya mempunyai kekuatan pembuktian dengan mengingat ketentuan-ketentuan berikut:
0
1 . grosse dan turunan yang diberikan pertama mempunyai kekuatan bukti sebagai aslinya; kekuatan yang sama ada juga pada turunan-turunan yang atas kuasa hakim dibuat di hadapan para pihak atau mereka yang telah dipanggil dengan sepatutnya, begitu juga yang dibuat di hadapan para pihak dengan persetuiuan mereka; (Rv. 856.)
0
2 . turunan-turunan yang dibuat tanpa campur tangan hakim atau tanpa persetujuan para pihak dan sesudah dikeluarkan grosse atau turunan pertama menurut minut akta yang pertama oleh notaris yang aktanya dibuat di hadapannya atau oleh salah satu penggantinya atau oleh pejabat-pejabat yang berwenang menyimpan minutnya dan berhak mengeluarkan turunan-turunan, dapat diterima oleh hakim sebagai bukti lengkap jika aslinya hilang;
0
3 . jika turunan-turunan yang dibuat menurut minutnya tidak dikeluarkan oleh notaris yang membuat akta atau penggantinya atau pejabat-pejabat umum yang menguasai minut-minut, hanya dapat berlaku sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan;
0
4 .   turunan-turunan otentik dari turunan-turunan otentik atau dari akta-akta di bawah tangan dapat, melihat keadaan, menimbulkan bukti permulaan tertulis. (KUHperd. 1889, 19022.)

Pasal 303.
Pembukuan  sebuah  akta  di  dalam  daftar-daftar  umum  hanya  dapat  berlaku  sebagai  permulaan pembuktian dengan surat. (KUHperd. 1890.)

Pasal 304.
Akta mengenai pengakuan membebaskan seseorang dari kewajibannya untuk mengajukan alas hak yang asli, asal dari situ ternyata cukup mengenai isi dari alas-alas hak. (KUHperd. 1891.)

Pasal 305
(1) Suatu akta mengenai suatu perjanjian yang menurut undang-undang dapat dimintakan pemyataan batal  atau  dibatalkan,  dibenarkan  atau  dikuatkan,  hanya  berharga  jika  menyebut perjanjian pokoknya, begitu pula menyebut alasan-alasan yang memungkinkan dituntutnya pembatalan dan dengan maksud untuk memperbaiki kekurangan yang menjadi dasar gugatannya.
(2) Jika tidak ada akta pembenaran atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara sukarela sesudah saat perikatan itu dengan cara yang ada dapat dibenarkan atau dikuatkan.
(3) pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu perikatan dalam bentuk dan pada saat yang diharuskan undang-undang dipandang sebagai melepaskan upaya serta eksepsi yang sebenarnya dapat dipergunakan menyangkal akta, dengan  tidak mengurangi hak pihak ketiga. (KUHperd. 1892.)

Pasal 306
Keterangan satu orang saksi tanpa disertai alat bukti lain, menurut hukum  tidak boleh dipercaya. (KUHperd. 1905; IR. 169.)

Pasal 307.
Jika kesaksian-kesaksian beberapa orang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri mengenai berbagai peristiwa karena keterkaitannya dan hubungannya digunakan untuk menguatkan suatu perbuatan, maka hakim mempunyai kebebasan untuk memberi kekuatan pembuktian terhadap kesaksian masing-masing, segala sesuatu dengan memperhatikan keadaan. (KUHperd. 1906; IR. 170.)

Pasal 308
(1) Tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan mengenai pengetahuan saksi.
(2) pendapat-pendapat khusus serta perkiraan-perkiraan yang disusun dengan pemikiran bukan merupakan kesaksian. (KUHperd. 1907; IR. 171.)

Pasal 309.
Dalam menilai kekuatan kesaksian, hakim harus memperhatikan secara khusus kesesuaian saksi yang satu dengan yang lain; persamaan kesaksiankesaksian itu dengan hal-hal yang dapat ditemukan mengenai perkara yang bersangkutan dalam pemeriksaan; alasan-alasan yang dikemukakan saksi sehingga Ia dapat mengemukakan hal-hal seperti itu; Cara hidup, kesusilaan dan kedudukan saksi dan pada umumnya semua yang sedikit banyak dapat berpengarub atas dapat tidaknya dipercaya. (KUHperd. 1908; IR. 172.)

Pasal 310.
Persangkaan/dugaan belaka yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya boleh digunakan hakim dalam memutus suatu perkara jika itu sangat penting, cermat, tertentu dan bersesuaian satu dengan yang lain. (KUHperd. 1916, 1921 dst.; IR. 173.)

Pasal 311
Pengakuan yang dilakukan di depan hakim merupakan bukti lengkap, baik terhadap yang mengemukakannya secara pribadi, maupun lewat seorang kuasa khusus. (KUHperd. 1925; IR. 174.)

Pasal 312
Adalah terserah kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim, untuk menentukan kekuatan mana yang akan diberikannya kepada suatu kesaksian yang diberikan di luar sidang pengadilan. (KUHperd. 1928; IR. 175.)

Pasal 313
Tiap pengakuan harus diterima seutuhnya dan hakim tidak bebas, dengan merugikan orang lain yang memberi pengakuan, untuk menerima sebagian dan menolak bagian lain, dan hal itu boleh dilakukan hanya sepanjang orang yang berutang, bermaksud untuk membebaskan diri dengan mengemukakan hal-hal yang terbukti palsu adanya. (KUHperd. 1924; IR. 176.)

Pasal 314
Dari seorang yang dalam suatu perkara mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya oleh pihak lawannya atau yang mengembalikan wajib sumpah itu kepada lawannya atau yang oleh hakim diperintahkan mengangkat sumpah, tidak boleh dimintakan bukti lain untuk menguatkan apa yang telah diucapkan dengan sumpah sebagai hal yang benar. (KUHperd. 1936; IR. 177.)


TENTANG KAMI : Situs yang didedikasikan sebagai tempat untuk belajar Soal CPNS, Psikotes dan Blogging. Informasi terkini tentang Drakor terbaru, Loker, Lifestyle dan Teknologi. Terus ikuti kami untuk update artikel terbaru, atau ikuti kami di Facebook dan Twitter.