awambicara.id - Didalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ada alasan pembenar yang mana meskipun orang
tersebut melakukan tindak pidana namun ia tidak dapat dipidana Pasal 48
KUHP yang
berbunyi:“Orang yang melakukan tindak
pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dapat dipidana.”
Daya
paksa dalam bahasa Belanda disebut overmacht
“karena pengaruh daya paksa” harus diartikan, baik pengaruh daya paksaan batin, maupun lahir, rohani, maupun jasmani. Daya paksa yang tidak dapat dilawan adalah kekuatan yang lebih besar, yakni kekuasaan yang pada umumnya tidak mungkin dapat ditentang. Mengenai kekuasaan ini dapat dibedakan dalam 3 macam seperti di bawah ini:
“karena pengaruh daya paksa” harus diartikan, baik pengaruh daya paksaan batin, maupun lahir, rohani, maupun jasmani. Daya paksa yang tidak dapat dilawan adalah kekuatan yang lebih besar, yakni kekuasaan yang pada umumnya tidak mungkin dapat ditentang. Mengenai kekuasaan ini dapat dibedakan dalam 3 macam seperti di bawah ini:
1. yang bersifat absolut contohnya orang
itu tidak dapat berbuat lain. Ia mengalami sesuatu yang sama sekali tidak dapat
ia elakkan. Misalnya, seseorang dipegang oleh seseorang lainnya yang lebih
kuat, kemudian dilemparkannya ke jendela kaca sehingga kacanya pecah dan mengakibatkan
kejahatan merusak barang orang lain. Dalam peristiwa semacam ini dengan mudah
dapat dimengerti bahwa orang yang tenaganya lemah itu tidak dapat dihukum
karena segala sesuatunya yang melakukan ialah orang yang lebih kuat. Orang
inilah yang berbuat dan dialah pula yang harus dihukum.
2. Yang bersifat relatif
contohnya A ditodong dengan pistol oleh
B, disuruh membakar rumah. Apabila A tidak segera membakar rumah itu, maka
pistol yang ditodongkan kepadanya tersebut akan ditembakkan. Dalam pikiran, memang
mungkin A menolak perintah itu sehingga ia ditembak mati. Akan tetapi apabila
ia menuruti perintah itu, ia akan melakukan tindak pidana kejahatan. Walaupun
demikian, ia tidak dapat dihukum karena adanya paksaan tersebut. Perbedaan
kekuasaan bersifat mutlak dan kekuasaan bersifat relatif ialah bahwa pada yang
mutlak, dalam segala sesuatunya orang yang memaksa itu sendirilah yang berbuat
semaunya, sedang pada yang relatif, orang yang dipaksa itulah yang melakukan
karena dalam paksaan kekuatan.
3. Yang merupakan suatu keadaan
darurat misalnya Dalam sebuah pelayaran dengan kapal laut
telah terjadi kecelakaan. Kapal itu meledak dengan mendadak, sehingga
penumpangnya masing-masing harus menolong dirinya sendiri. Seorang penumpang
beruntung dapat mengapung dengan sebuah papan kayu yang hanya dapat menampung
seorang saja. Kemudian datang penumpang lain yang juga ingin menyelamatkan
dirinya. Padanya tiada sebuah alat pun yang dapat dipakai untuk menyelamatkan
diri. Ia lalu meraih papan kayu yang telah dipakai untuk mengapung oleh orang
yang terdahulu dari dia. Orang yang terdahulu itu lalu mendorong orang tersebut
hingga tenggelam dan mati. Karena dalam keadaan darurat, maka orang itu tidak
dapat dihukum. Contoh lain misalnya Untuk menolong seorang yang tersekap dalam
rumah yang sedang terbakar, seorang anggota pasukan pemadam kebakaran telah
memecah sebuah jendela kaca yang berharga dari rumah yang terbakar itu untuk
jalan masuk. Meskipun anggota pasukan pemadam kebakaran itu telah melakukan
kejahatan merusak barang orang lain, ia tidak dapat dihukum karena dalam
keadaan darurat.
Pasal 49
KUHP yang
berbunyi:
1. Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa
untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta
Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang
sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh
keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak
dipidana.
Pembelaan
terpaksa dalam bahasa Belanda disebut noodweer bukan underwear
unsur-unsur suatu pembelaan terpaksa
(noodweer) adalah:
1.
Pembelaan itu bersifat terpaksa.
2. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan
kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
3.
Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat
dekat pada saat itu.
4.
Serangan itu melawan hukum
Pembelaan harus
seimbang dengan serangan atau ancaman. Serangan tidak boleh melampaui batas
keperluan dan keharusan. Harus seimbang antara kepentingan yang dibela dan cara
yang dipakai di satu pihak dan kepentingan yang dikorbankan. Jadi, harus
proporsional. Menurut Pompe, jika ancaman dengan pistol, dengan menembak
tangannya sudah cukup maka jangan ditembak mati. Pembelaan terpaksa juga
terbatas hanya pada tubuh, kehormatan kesusilaan, dan harta benda. Tubuh
meliputi jiwa, melukai dan kebebasan bergerak badan. Kehormatan kesusilaan
meliputi perasaan malu seksual.
agar tindakan ini benar-benar dapat digolongkan sebagai
“pembelaan darurat” dan tidak dapat dihukum, maka tindakan itu harus memenuhi
tiga macam syarat sebagai berikut:
1. Tindakan
yang dilakukan itu harus benar-benar terpaksa untuk mempertahankan (membela)
diri. Pertahanan atau pembelaan itu harus demikian perlu sehingga boleh
dikatakan tidak ada jalan lain yang lebih baik
2. Pembelaan
atau pertahanan yang harus dilakukan itu hanya terhadap kepentingan-kepentingan
diri sendiri atau orang lain, peri kesopanan, dan harta benda kepunyaan sendiri
atau kepunyaan orang lain
3. Harus
ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak (pada saat itu juga).
Untuk dapat diatakan “melawan hak”, penyerang yang melakukan serangan itu harus
melawan hak orang lain atau tidak mempunyai hak untuk itu, misalnya seorang
pencuri yang akan mengambil barang orang lain, atau pencuri yang ketahuan
ketika mengambil barang orang lain kemudian menyerang pemilik barang itu dengan
senjata tajam. Dalam keadaan seperti ini, kita boleh melawan untuk
mempertahankan diri dan barang yang dicuri itu sebab si pencuri telah menyerang
dengan melawan hak
di sini pun harus ada
serangan yang mendadak atau mengancam pada ketika itu juga. Untuk dapat
dikategorikan “melampaui batas pembelaan yang perlu” diumpamakan di sini,
seseorang membela dengan menembakkan pistol, sedang sebenarnya pembelaan itu
cukup dengan memukulkan kayu. Pelampauan batas ini diperkenankan oleh
undang-undang, asal saja disebabkan oleh guncangan perasaan yang hebat yang
timbul karena serangan itu; guncangan perasaan yang hebat misalnya perasaan
marah sekali yang biasa dikatakan “mata gelap”. Pada akhirnya, setiap kejadian
apakah itu merupakan lingkup noodweer, perlu ditinjau satu persatu
dengan memperhatikan semua hal di sekitar peristiwa-peristiwa itu. Rasa
keadilanlah yang harus menentukan sampai dimanakah ada keperluan membela diri (noodweer)
yang menghalalkan perbuatan-perbuatan yang bersangkutan terhadap seorang
penyerang.
Dari uraian
mengenai overmacht dan noodweer sebagaimana tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa overmacht itu berasal dari pengaruh luar (baik
dari orang lain maupun keadaan yang memaksa seseorang di luar kemampuannya
untuk melakukan tindak pidana), sedangkan noodweer lebih menekankan pada
pembelaan atau pertahanan diri yang dilakukan oleh seseorang bersamaan ketika
ada ancaman yang datang kepadanya. Keberlakuan overmacht maupun noodweer
keduanya diserahkan kepada hakim. Hakimlah yang menguji dan memutuskan
apakah suatu perbuatan termasuk lingkup overmacht atau noodweer
dengan ditinjau berdasarkan pada satu-persatu peristiwa sebagaimana tersebut
diatas.(RizalF)
Advertisement