Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Contoh Surat Gugatan Perdata Perceraian di Pengadilan Negeri bagi Awam

Surat Gugatan adalah suatu surat gugatan perdata yang diajukan oleh Penggugat atau Kuasa Penggugat kepada Ketua Pengadilan.

Yakni Pengadilan Negeri yang dalam wilayah hukum dan berwenang.

contoh surat gugatan cerai di pengadilan negeri

Berisi dan memuat tuntutan-tuntutan akan hak yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan juga merupakan dasar landasan pemeriksaan suatu perkara dan sebagai bentuk pembuktian kebenaran suatu hak.

Contoh Surat Gugatan Perdata Perceraian di Pengadilan Negeri


Didalam suatu perkara (perdata) gugatan terdapat beberapa pihak yang saling berhadapan.

Yaitu Pihak Penggugat dan Pihak Tergugat.

Sedangkan untuk perkara permohonan hanya ada satu pihak saja yakni pemohon.

Akan tetapi, di Pengadilan Agama ada permohonan yang perkaranya mengandung sengketa sehingga di dalam permohonannya ada dua pihak yang disebut sebagai pemohon dan termohon.

Yakni dalam perkara permohonan ijin ikrar talak dan permohonan ijin beristeri dari seorang.

Surat Gugatan Perdata Perceraian

Dalam beracara/ berperkara di Pengadilan, seorang Penggugat atau Tergugat dapat menunjuk wakilnya, untuk beracara dimuka Pengadilan, dengan membuat Surat Kuasa Khusus.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang advokad, Kuasa Hukum tersebut diberikan kepada Advokad.

Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau mewakili kliennya untuk beracara di pengadilan.

Pada awamnya pemberian kuasa di pengadilan adalah secara khusus yang dipersyaratkan harus dalam bentuk tertulis.

Surat Kuasa Khusus ini diberikan kepada Advokat untuk mewakili (dalam perkara perdata) atau mendampingi (dalam perkara pidana) pihak yang memberikan kuasa kepadanya dalam suatu perkara baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Surat Kuasa Khusus ini yang akan digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan, haruslah dibubuhi materai untuk memenuhi ketentuan UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan PP No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Bea Tarif Materai dan Besarnya Batas Pengenaan tentang Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.

Selain itu surat kuasa khusus ini harus memenuhi ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No. 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus. 

Dalam pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri, seorang Penggugat atau Kuasa Hukum Penggugat, harus mengajukan surat gugatan, yang didalamnya harus memenuhi beberapa syarat formil yakni : 
  • Surat gugatan, secara formil harus ditujukan dan dialamatkan kepada Pengadilan Negeri sesuai dengan kompetensi relatif. Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili perkara berdasarkan wilayah perkara. Yakni kewenangan dari pengadilan sejenis yang mana yang berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang bersangkutan. Surat gugatan harus tegas dan jelas tertulis Pengadilan Negeri yang dituju sesuai dengan patokan kompetensi relatif tersebut. Apabila surat gugatan salah alamat atau tidak sesuai dengan kompetensi relatif, maka : 
  1. Mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil, karena gugatan disampaikan dan dialamatkan kepada PN (Pengadilan Negeri-Red) yang berada di luar wilayah hukum yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya;
  2. Dengan demikian, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijkeverklaard) atas alasan hakim tidak berwenang mengadili.
A. Diberi Tanggal

Ketentuan undang-undang tidak menyebut surat gugatan harus mencantumkan tanggal. Begitu juga halnya jika surat gugatan dikaitkan dengan pengertian akta sebagai alat bukti, Pasal 1868 maupun Pasal 1874 KUHPerdata, tidak menyebutkan pencantuman tanggal di dalamnya.

Karena itu, jika bertitik tolak dari ketentuan pasal 118 ayat (1) HIR dihubungkan dengan pengertian akta sebagai alat bukti, pada dasarnya tidak mewajibkan pencantuman tanggal sebagai syarat formil.

B. Ditandatangani Penggugat atau Kuasa Hukumnya

Mengenai tanda tangan dengan tegas disebut sebagai syarat formil surat gugatan. Pasal 118 ayat (1) HIR menyatakan :
  1. Gugatan perdata harus dimasukkan ke PN (Pengadilan Negeri-Red) sesuai dengan kompetensi relatif, dan;
  2. Dibuat dalam bentuk surat permohonan (surat permintaan) yang ditanda tangani oleh penggugat atau oleh wakilnya (kuasanya).

C. Identitas Para Pihak

Penyebutan identitas dalam surat gugatan, merupakan syarat formil keabsahan gugatan. Surat gugatan yang tidak menyebut identitas para pihak, apalagi tidak menyebut identitas tergugat, menyebabkan gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada.

Tentang penyebutan identitas dalam gugatan, sangat sederhana sekali. Tidak seperti yang disyaratkan dalam surat dakwaan dalam perkara pidana yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP (meliputi nama lengkap, agama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka).

Tidak seluas itu syarat identitas yang harus disebut dalam surat gugatan. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 118 ayat (1) HIR, identitas yang harus dicantumkan cukup memadai sebagai dasar untuk :
  1. Menyampaikan panggilan, atau
  2. Menyampaikan pemberitahuan.

Dengan demikian, oleh karena tujuan pencantuman agar dapat disampaikan panggilan atau pemberitahuan, identitas wajib disebut, cukup meliputi :
  1. Nama Lengkap, Nama terang dan lengkap, termasuk gelar atau alias (jika ada), maksud mencantumkan gelar atau alias, untuk membedakan orang tersebut dengan orang lain yang kebetulan namanya sama pada lingkungan tempat tinggal.
  2. Alamat atau Tempat Tinggal
  3. Penyebutan identitas lain, tidak imperative

D. Posita (Fundamentum petendi)

Mengacu pada Rv Pasal 8 Nomor 3 menyebutkan pula posita dan petitum sebagai pokok yang harus dipenuhi dalam surat gugatan.

Posita merupakan dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan.

Uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa harus dijelaskan secara runtut dan sistematis sebab hal tersebut merupakan penjelas duduknya perkara sehingga adanya hak dan hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tuntutan.

Secara garis besar dalam posita harus memuat antara lain:
  1. Objek perkara yaitu mengenai hal apa gugatan yang akan diajukan.
  2. Fakta-fakta hukum yaitu hal-hal yang menimbulkan sengketa.
  3. Kualifikasi perbuatan tergugat yaitu suatu perumusan mengenai perbuatan materiil maupun moral dari tergugat yang dapat berupa perbuatan melawan hukum.
  4. Uraian kerugian yang diderita oleh penggugat.

E. Petitum

Petitum adalah apa yang diminta atau diharapkan oleh penggugat agar dipustukan oleh hakim dalam persidangan.

Petitum ini harus dirumuskan secara jelas, singkat dan padat sebab tuntutan yang tidak jelas maksudnya atau tidak sempurna dapat mengakibatkan tidak diterima atau ditolaknya tuntutan tersebut oleh hakim.

Dalam praktik peradilan petitum dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:
  1. Tuntutan pokok atau tuntutan primer, merupakan tuntutan sebenarnya atau apa yang diminta oleh penggugat sebagaimana yang telah dijelaskan dalam posita.
  2. Tuntutan tambahan, merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntuntan pokok.
  3. Tuntutan subsidier atau pengganti, merupakan tuntutan yang diajukan penggugat untuk mengantisipasi kemungkinan tuntutan pokok dan tuntutan tambahan tidak diterima oleh hakim
Untuk lebih jelasnya, berikut contoh surat gugatan perdata perceraian di Pengadilan Negeri

Jakarta, 10 Maret 2017 
Perihal : Gugatan Perceraian 
KEPADA YTH, BAPAK KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT 
Di – JAKARTA PUSAT 

Dengan Hormat Saya yang bertanda tangan di bawah ini : 
MARCELLINO LEFRONT, umur 38 tahun, jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, agama Katholik, perkerjaan Karyawan Swasta, tempat tinggal di kelurahan Jakarta Pusat, kecamatan Jakarta Pusat, untuk selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT; 

Dengan ini mengajukan Gugatan terhadap : 

DEWI REKBER, umur 29 tahun, jenis kelamin perempuan, Warganegara Indonesia, agama Kristen, perkerjaan Karyawati Swasta, bertempat tinggal Kelurahan Jakarta Pusat, Kecamatan Jakarta Pusat, untuk selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT; 


TENTANG DUDUK PERKARANYA : 


Bahwa Penggugat MARCELLINO LEFRONT dengan Tergugat, DEWI REKBER. Pada tahun 2001, di Jakarta Pusat telah melangsungkan Perkawinan secara tata cara agama Kristen, perkawinan mana didaftarkan/ dicatat pada kantor cacatan sipil Jakarta Pusat pada tanggal 06 Februari 2001, dengan Akta perkawinan No 18/ 2001;

Bahwa Perkawinan Penggugat dengan Tergugat Pada mulanya berjalan harmonis selayaknya Keluarga yang bahagia pada umumnya;

Bahwa setelah sebagai suami isteri, karena pekerjaan, maka Penggugat dan Tergugat pergi ke Tangerang untuk bekerja dan menetap di Tangerang;

Bahwa selama tinggal di Tangerang Tergugat tidak bekerja, hanya sebagai ibu rumah tangga ;

Bahwa untuk tinggal menetap di Tangerang, Tergugat tidak mau dan maunya Tergugat pulang ke Jakarta sehingga rumah tangga mulai goyah dan sering terjadi cekcok ;

Bahwa dalam perkawinan Penggugat dengan Tergugat tersebut telah lahir 1 (satu) orang anak yaitu JUPITER ASCENDING, jenis kelamin laki-laki, lahir di Jakarta pada tanggal 05 Desember 2001 ;

Bahwa untuk kelahiran anak saja Tergugat memaksakan harus pulang ke Jakarta dan melahirkan di Jakarta, tidak mau melahirkan di Tangerang ;

Bahwa apabila Tergugat pulang ke Jakarta selalu makan waktu lama sehingga Penggugat di Tangerang hidup sendiri tanpa didampingi Tergugat ;

Bahwa akibat dari Tergugat tidak mau ikut Penggugat di Tangerang maka antara Penggugat dengan Tergugat selalu cekcok yang berkepanjangan ;

Bahwa setelah akhir tahun 2004, Tergugat pulang ke Jakarta mengajak Penggugat pindah ke Jakarta akan tetapi Penggugat di Jakarta tidak mempunyai pekerjaan maka Penggugat tetap bertahan di Tangerang sedangkan Tergugat di Jakarta tidak mau ikut Penggugat di Tangerang;

Bahwa pada awalnya Penggugat memberi nafkah kepada Penggugat dan anak satu-satunya, namun oleh karena Tergugat di ajak pindah ikut Penggugat di Tangerang tidak mau, maka Penggugat sejak tahun 2006 tidak lagi memberi nafkah kepada Penggugat dan anaknya ; 

Bahwa selama Tergugat di jakarta bersama anak satu-satunya, Penggugat sudah sering mengingatkan dan mengajak Tergugat, bahkan melalui keluarga, baik dari keluarga Tergugat sendiri ataupun dari keluarga Penggugat sudah mengingatkan Tergugat supaya pindah ikut Penggugat di Tangerang tapi tidak mau karena kalau Penggugat sendiri yang pindah di Jakarta tidak mempuyai pekerjaan ;

Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, cukuplah sudah Penggugat mengajukan gugatan perceraian terhadap Tergugat karena telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam undang undang No.1 tahun 1974 pasal 39 ayat (2) yaitu untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami isteri itu tidak akan hidup rukun kembali sebagai suami isteri, dan Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 pasal 19 huruf F yaitu Antara Suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga ; 

Berdasarkan hal hal tersebut diatas Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berkenan memeriksa gugatan ini dengan memanggil Penggugat dan Tergugat dipersidangan yang ditentukan, selanjutnya setelah memeriksa bukti bukti dan saksi saksi yang Penggugat ajukan berkenan pula memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut : 


Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya ; 

Menyatakan bahwa perkawinan antara Penggugat : MARCELLINO LEFRONT, dengan Tergugat : DEWI REKBER, yang dilangsungkan di Jakarta tanggal 06 Februari 2001 dengan Akta Perkawinan Nomor : 18/ 2001, “PUTUS KARENA PERCERAIAN DENGAN SEGALA AKIBAT HUKUMNYA“ 

Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk segera setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap mengirimkan 1 (satu) Exemplar salinan putusan ini kepada Pegawai Kantor Catatan Sipil Jakarta di Jakarta, agar Pegawai Kantor Catatan Sipil tersebut mencatat tentang perceraian dimaksud dalam Buku Register yang diperuntukan untuk itu bagi Warganegara Indonesia dalam tahun yang sedang berjalan dan sekaligus dapat menerbitkan akte Perceraian dimaksud; 

Membebankan biaya perkara ini kepada Tergugat; 
Demikianlah atas terkabulnya gugatan Penggugat ini dihaturkan terima kasih;

HORMAT PENGGUGAT 
MARCELLINO LEFRONT 


Terdapat hal – hal penting yang harus dimuat dalam surat gugatan, yaitu adalah sebagai berikut.

  1. Identitas para pihak, meliputi nama, tempat tinggal dan pekerjaan. Dalam praktek juga dicantumkan agama, umur, dan status.
  2. Posita atau Fundamentum Petendi yaitu dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan.
  3. Petitum, dalam praktek tuntutan atau petitum terdiri atas dua bagian yaitu tuntutan primer dan tuntutan subsider.
Itulah mengenai Surat Gugatan di Pengadilan Negeri dan satu contoh surat gugatan perdata perceraian di Pengadilan Negeri bagi orang awam dan orang kebanyakan, sebagai bahan referensi dalam membuat surat gugatan perdata agar dapat diterima oleh pengadilan.

"Jika artikel ini bermanfaat, silahkan dishare...terimakasih"

TENTANG KAMI : Situs yang didedikasikan sebagai tempat untuk belajar Soal CPNS, Psikotes dan Blogging. Informasi terkini tentang Drakor terbaru, Loker, Lifestyle dan Teknologi. Terus ikuti kami untuk update artikel terbaru, atau ikuti kami di Facebook dan Twitter.


Deddy's
Deddy's Seorang abdi negara yang aktif menulis blog dikala libur
Follow me: @deddy

Posting Komentar untuk "Contoh Surat Gugatan Perdata Perceraian di Pengadilan Negeri bagi Awam"